Goldstone saat ini barangkali orang yang paling dibenci Israel. Ucapannya bahwa Israel telah melakukan penggaran besar dalam kasus peperangan dengan Palestina di jalur Gaza akhir tahun 2008 menjadi penyebab Negara zeonis itu berang. Laporan kebiadaban Israel yang menewaskan 1400 jiwa akhir tahun 2008 silam ternyata mengundang pihak PBB memberikan legitemasi kepadanya untuk memimpin dan mengusut tuntas kasus itu
Goldstone merupakan warga Afrika Selatan berkulit putih, ia adalah keturunan Yahudi dan mantan pengacara kondang di Johanesburg. Saat ini ia dipercaya oleh PBB menjadi Tim Pencari Fakta (TPF) atas dugaan kekerasan Israel terhadap warga Palestina di jalur Gaza. Penunjukan Goldstone mengetuai TPF menuai kontrofersi, pihak Israel menilai penunjukan Goldstone akan merugikan dirinya sendiri; merujuk pada Goldstone sendiri yang merupakan keturunan Yahudi. Sedangkan dari kubu konservatif (Islam) menganggap penunjukan Goldstone hanya boneka permainan PBB

Kubu Islam konservatif menilai Goldstone sebagai ketua Tim Pencari Fakta dikuatirkan malah akan berpihak ke Israel. Namun Goldstone telah menyangkal dan menganggap kontrofersi adalah hal biasa, walau sebagai keturunan Yahudi, dia menilai Israelah yang telah melakukan kesalan besar dan perlu diusut tuntas
Meski sudah jelas dari hasil tim yang menemukan adanya penggalaran berat yang dilakukan Israel, PBB sendiri nampaknya belum melakukan langkah-langkah kongkrit, penjunjukan Goldstone menjadi TPF seolah hanya sebagai formalitas atas desakan dunia untuk mengusut tuntas penganiyaan warga sipil di Gaza
Kasus ini persis apa yang saat ini sedang melanda Indonesia; pertikaian antara Cicak dan Buaya. Dua lembaga Negara KPK dan Polisi plus Kejagung sedang bersitegang. Perseturuan yang berawal dari adanya unsur “kecemburuan” Polri atas keberhasilan KPK memberantas korupsi ini mendesak SBY membuat Tim Pencari Fakta (TPF) yang terdiri 8 anggota dengan ketua Adnan Buyung Nasution
Kasus Munir yang belum menemukan titik temu dan beberapa kasus lain seperti kriminalitas mahasiswa 1998 silam menjadi alasan mengapa para pengamat meragukan Tim 8 ini. Apalagi terdapat dua orang anggota Tim 8 punya ikatan batin dengan pemerintahan. Kendati mereka telah membantah tidak hanya ingin menjadi “pemadam kebaran” namun mencarikan solusi tepat terhadap dua lembaga yang sedang memanas ini
Tim 8 ini ternyata terbukti “membela rakyak”, pemutaran percakapan antara Anggodo dkk di gedung MK menjadi alasan kuat tim 8 menduga – atas kasus yang menjerat Candra dan Bibit (ketua KPK non aktif) – bukankah kriminilitas murni, melainkan konspirasi politik hukum kelas tinggi
Dalam rekaman yang disadap KPK itu ada unsur rekayasa tersembunyi antara – yang diperankan- Anggodo adik tersangka Anggoro dengan pihak penegak hukum (polisi dan kajagung). Bukti awal ini membuat tim 8 meminta pihak-pihak yang terlibat dalam rekaman termasuk Kabeskrim Susno dan Wakil Kajagung Ritongga mengundurkan diri, termasuk meminta Anggodo ditahan karena berperan mengatur strategi kelas tinggi
Sayang, keinginan Tim 8 hanya menjadi angin lalu, pihak Kapolri maupun sang pembikin Tim 8 dalam hal ini Presiden diam seribu bahasa. Ada apa ini? Begitu besarkah peran Kapolri terhadap Negara sehingga Presiden pun tak mampu membuat keputusan berarti.
Beginilah jika Kapolri berada di bawah langsung Presiden. Namun sebagai lembaga di bawah Presiden semestinya SBY berani membuat keputusan yang membela rakyat. Malah keadaanya justru sebaliknya, SBY seolah membela Polri dan mengabaikan Tim 8, atau SBY memang benar-benar manusia kurang tegas dalam membuat keputusan seperti apa yang pernah disampaikan oleh JK beberapa silam itu?
Tak diragukan lagi, rekaman Anggodo dengan beberapa pelaku hukum yang disadap KPK mestinya menjadi langkah awal SBY melakukan tindakan kongrit. Alih-alih SBY ingin adil supaya pencintraannya seimbang justru malah kepercayaan dan ekstabilitasnya menurun di mata rakyat
Dengan diabaikannya Tim 8 oleh lembaga Negara termasuk Polri atas rekomendasi untuk menahan Anggodo dan memperhentikan Susno, masyarakat menilai Tim 8 itu hanya bentukan akal-akalan Presiden, persis TPF bentukan PBB itu, dan selebihnya hanya menghabiskan waktu, tenaga dan uang (negara)
Ada baiknya jika Tim 8 yang benar-benar membela rakyat itu mengundurkan diri semua, tak ada hasilnya jika mereka tetap diabaikan. Biarlah rakyat, mahasiswa dan pegiat HAM yang menggantikan Tim 8. Sebab kita yakin tak ada sebuah Negara yang berani melawan rakyat kalau tidak malah hancur sendiri pemerintahannya seperti yang terjadi tahun 1998 silam itu
Mari bela KPK, Chanda Hamzah, Bibit dan ganyang oknum Polri dan Kajagung. Ingat kekuatan bukan ditangan pemerintahan apalagi Polri yang hanya seupil, melainkan berada di tangan rakyat..!
5/11/9009
mari kita ganyang itu arogansi polri..!
MARI…MARI…KITA DUKUNG DAN BELA KPK……
MAFIA PERADILAN HARUS DITUMPAS, AGAR NEGERI INI SEGERA ADIL DAN MAKMUR, SEPERTI YANG DICITA-CITAKAN PARA PENDAHULU KITA.