Pada sebuah malam, saya menemukan seorang lelaki tua pemilik wartel dan penyedia jasa internet gelisah minta ampun. Lelaki itu bukan karena rumah kami belum membayar atau karena awal bulan yang berarti internet harus dibayar. Namun lelaki tua itu gelisah karena ketangkap basah sedang membuka situs esek-esek (porno). Saya tak tahu apakah lelaki tua itu sudah kawin atau belum, kok masih suka melihat yang gitu-gituan daripada mencobanya langsung

Berawal dari layanan online mati, saya lalu mendatangi penyedia jasa internet warga yang berlokasi di samping. Sampai di tempat, ternyata hanya pak tua yang ada, sementar anak muda yang sejak dua bulan lalu bekerja di situ dan lebih jago soal internet gak kelihatan batang hidungnya. Batin saya; wah pak tua ini kayaknya gak nyambung entar kalau saya nanya soal ini, itu dll. Beneran pak tua itu kebingungan ketika saya tanya. Malah secara tak sadar dia nunjukin browsingan senonoh yang barangkali barusan ia buka, lalu ditutup mendadak dan belum di bersihkan arsip-arsip browsingannya saat saya datang

Saya: “Koneksi mati, sudah sejak sore tadi”

Pak tua; “konek kok, nih kalau kamu mau ngelihat”

Lalu saya datangi komputer yang berada di dekatnya. Ketika saya mendekati sepertinya pak tua itu gelisah, mondar-mandir. Firasat saya bukan karena “barangkali” pak tua itu tadi sedang membuka situs-situs hot, tapi “kemungkinan” kebingungan gak tahu melayani masalah koneksi konsumen

Saya coba ping lancar, hem berarti bukan karena masalah besok awal bulan jadi mati, tapi kayaknya ada yang gak jelas di saluran sini. Karena gak tahu soal ping, pak tua lalu dengan wajah gelisah dan mantap menyakinkan saya dengan membuka situs. Browsing yang ia pakai internet explorer. Karena belum dibersihkan, akhirnya situs tentang porno secara otomatis kebuka kembali

Saya; “waduh..!”

Pak tua; “hahaha” (tertawa pelan-pelan, seolah-olah dia malu karena ketahuan tadi membuka situs gituan)

Saya; “haram ini”

Pak tua; “wallahi, ini bukan saya, tiba-tiba ada seperti ini kok” (pak tua yang wajahnya ketakutan kemudian meyakinkan saya kembali kalau situs itu bukan dari dia dengan menutup dan membuka kembali tetap saja terbuka situs porno itu

Pak tua; “tuh kan ini bukan dari saya, ini memang sebelumnya ada seperti ini”

Saya; “gak boleh situs ini, haram pak tua”

Pak tua; “bukan saya…!” (suaranya dinaikkan beberapa meter hingga telinga saya dungu)

Saya; “Yang jujur pak tua; apakah sampean yang buka situs tadi? saya gak akan nyambung internet lagi kalau pak tua gak transparan, gak jujur..!”

Pak tua;  “hehe, jangan keras-keras, iya  itu saya yang buka” (pak tua tertawa kecil sambil ngajak saya salaman seperti ketakutan)

Pak tua begitu saya memanggil sudah lama bisnis di samping rumah. Sejak kedatangan kami bertempat tinggal di sini, ruko itu sudah ada, tapi waktu itu hanya menyediakan wartel (warung telepon). Yang membuat saya tak habis pikir, wartel itu kurang konsisten buka, kadang dibuka kadang ditutup. Sampai akhirnya saya pernah bertanya dalam hati; Pak tua ini apa stres atau tak tahu bisnis

Kemudian sejak tiga bulan lalu, wartel yang kembang-kempis milik pak tua berubah dari wartel menjadi penyedia barang elektronik kemudian sejak satu bulan kemarin juga melayani internet rumahan

Pak tua ini memang lucu, dan cuek dengan pembeli, kadang melayani dan kadang diam sambil mutar-muter mencari sesuatu. Pernah suatu ketika rumah kami bertanya; kapan di sini mau nyambung internet? Jawabannya selalu sebentar lagi. Lalu bertanya lagi dan jawabannya hampir pasti seperti itu. Dan kebiasaan buka-tutup tak konsisten masih saja terjadi

Untung mulai dua bulan lalu ada seorang pembantu. Umurnya masih muda, entah apakah anaknya atau saudaranya, namun kedatangannya memberi angin segar bagi konsumen lain, karena pelayanannya semakin bagus, tidak dicuekin dan dilayani dengan baik, tentu saja belakangan konsisten buka . Dan gara-gara kedatangan pemuda ini, penyambungan internet mulai menemukan titik terang walau untuk terlaksana harus menunggu satu bulan lebih dari yang dijanjikan dua minggu. Tapi saya sudah biasa dengan tradisi orang sini soal nanti-nanti, jadi bukanlah hal aneh lagi

***

Saya tak tahu membuka situs seperti itu apakah kebiasaan pak tua sejak muda atau baru saja mendapatkan situs seperti itu lalu dijadikan kesukaan. Bagaimanapun memang kehidupan di sini menyangkut keperawanan (kawin) seperti dikebiri oleh tradisi

Banyak kaum jejaka dan perawan tua belum mampu kawin bukanlah karena impoten atau takut kawin, melainkan mahalnya nilai (harga) untuk kawin. Seorang imam pada sebuah masjid pada kesempatan lain pernah berbicara pada saya bahwa anaknya boleh diambil (dinikai) jika mampu memberikan orang tua mobil selain hal paling wajib seperti rumah

Sakeng banyak perawan dan jejaka tua di sini, melahirkan klub/kelompok perawan dan jejaka tua. Seolah kelompok itu mendemontrasikan bahwa kawin itu mahal dan perlu adanya pergesekan tradisi bila pengangguran jejeka dan perawan tua berkurang

Desakan itu pernah direspon dan dibahas oleh pemerintahan sini, termasuk melibatkan beberapa ulama tersohor. Salah satu topiknya; dibuatkan secamam undang-undang perkawinan. Undang-undang ini bertujuan agar pihak-pihak lain (keluarga anak) tidak memanfaatkan celah dari orang kaya untuk mematok harga mahar, karena hal ini dapat memicu dan merugikan keluarga miskin

Sayang pembahasan rencana adanya undang-undang perkawinan itu sekarang seperi telah ditelan bumi. Kaum jejeka dan perawan tua yang telah berharap banyak dari pemerintahan sepertinya harus bersabar lebih lama kalau gak premanisasi, pemerkosaan dan  penjahat kelamin secara tersembunyi (onani/manstrubarsi) bertebarang dimana-mana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top