Berjuang Butuh Perjuangan

Berjuang Butuh Perjuangan

Bulan ini saya merasa senang karena masih ada alumni sini punya semangat perjuangan di tengah-tengah masyarakat. Pertama awal bulan Mei lalu ketika saya sedang menghadiri acara di Madiun secara kebetulan diminta alumni datang di kediamannya. Katanya di rumahnya sekarang sedang membangun gedung madrasah Diniyah dan minta doa restu agar pembangunannya lancar dan cepat selesai.

Dengan antusias saya dan rombongan keluarga setelah acara keluarga di Madiun kemudian menuju kediaman kang Syam begitu saya memanggil dulu waktu masih nyantri di sini. Hingga saat ini setiap ketemu terutama dalam momen acara alumni dan Haul Mbah yai Khozin belum hilang pangggilan kang . Sebutan panggilan santri salaf saat itu bahkan hingga sekarang masih melekat digunakan di pesantren salaf.

surau joglo yang sementara digunakan beraktifitas sholat, belajar dan ngaji

Walau beliau sendiri saya lihat beberapa masyarakat yang hadir malam itu memenggilanya kiyai. Tapi tak apalah karena sebutan kang adalah nama unik sekaligus memandakan seseorang pernah menimba ilmu di pesantren salaf.

Perjuangan kang Syam menurut saya luar biasa di tengah persoalan instan menjadi harapan banyak orang zaman now. Karena perjuangan sendiri butuh proses panjang. Banyak rintangan dan tantangan dalam proses berjuang. Semuanya akan dirasakan oleh Kang Syam baik sekarang dan masa akan datang. Cobaan berjuang menurut saya pertama akan hadir dari orang sekitar lingkungan. Itu pasti akan terjadi. Banyak persoalan beda bendapat akan menyelimuti dalam proses perjuangan seseorang.

Saya masih teringat beberapa pejuang pesantren dari kiyai-kiyai sepuh dulu yaitu comberan pesantren itu datang dari orang-orang sekitar. Itu artinya bahwa cobaan awal orang berjuang terutama dalam pendidikan akan bermuara dari sekitar lingkungan pesantren. Proses berjuang seperti itu akan banyak ide dan progam pesantren bertolak belakang dengan pemikiran masyarakat sekitar sehingga menimbulkan polemik.

tanah waqaf untuk pesantren sangat luas dan punya potensi perluasan karena bersandingan dengan persawahan

Kemudian proses lainnya akan ada namanya sumber ekonomi dan pengembangan. Sebab berjuangan itu selain butuh kekuatan tenaga dan tentu saja ilmu, juga pendanaan kuat ditengah proses berjuang sedang berlangsung. Pendanaan ini sebagai tolak ukur proses kedepannya. Semakin besar dana akan semakin cepat prosesnya

Pentingnya ekonomi dalam menopang pembangunan tidak melululantahkan semangan perjuangan Kang Syam. Dari sudut pandang itu saya menilai konsep perjuangan yang ada di Kang Syam terapkan bukan menunggu sumber pendapatan ekonomi mapan. Tapi bagaimana bisa menggali sumber ekonomi dari berbagai kesempatan dalam kesempitan. Seperti bantuan pemerintah maupun dari swadaya masyarakat sekitar.

Konsep ini merupakan prinsip pejuang-pejuang pendidikan pesantren tempo dulu. Bahkan sebagian mereka yang menerapkan sistem kehati-hatian tak rela jika pembangunan pesantren bersumber dari bantuan pemerintah atau pendapatan tak jelas.

Namun konsep itu kemudian mulai pudar seiring perkembangan zaman dan beda generasi. Pengembangan pendidikan pesantren tak musti meluku harus dari hasil swadaya masyarakat atau mandiri. Justru sekarang yang paling gencar bagaimana memanfaatkan bantuan pemerintah itu bisa teralisasi secara maksimal setiap tahun.

Sama halnya di Sumber Jeruk, hari Ahad tanggal 11 Mei 2024 kemarin saya diberi kesempatan melihat dan mendoakan proses pendirian pesantren dari waqof alumni sini. Bermodal bismlilah akhirnya kemarin sudah berdiri bangunan asrama dan Mushola joglo sekaligus tempat sementara mendidik santri.

Saya tanya soal berapa anggaran untuk membangun pondasi awal pembangunan pesntren. Kang Huri bercerita katanya tak ada perincian pasti tentang berapa sumber dana awal untuk membangun asrama. Karena ia sadar bukan seorang pengusaha tersohor. Donatur pun juga belum ada yang berinvestaso akhirat.

Sumber dana awal diperoleh dari hasil sorbanan kegiatan pengajian sholawatan sekaligus digunakan untuk peresmian pesantren tersebut. Acara sholawatan pun menurut kang Huri terbilang sederhana. Semuanya serba nego katanya. Nego personel sholawat dan nego penceramah. Alhmdulillah penceram free bayaran karena pengisi ceramah juga masih keluarga pesantren sini.

Dari hasil kegiatan serbanan terkumpul uang sebanyak 3 juta. Uang tersebut lalu digunakan untuk mempondasi asrama meski pada perjalananannya banyak masyarakat sekitar urun rembuk menyumbang baik material, tenaga dan lainnya. Hingga sekarang sudah terbentuk bangunan asrama namun belum rampung seratus persen.

Dari proses perjuangan kang pondok tersebut saya dapat pastikan bahwa berjuang mendirikan sebuah lembaga atau pesantren itu butuh modal besar. Karena proses dan orientasi pendidikan zaman sekarang berbeda dengan proses tempo dulu. Orang mondok dulu yang penting mencari ilmu, terlepas bangunannnya hanya gedek, triplek. Sekarang tidak, mereka akan lihat dulu bangunannya. Semakin bagus bangunan apalagi sampai bertingkat, berpeluang menjadi incara banyak orang tua dan anak untuk memondokkan ke tempat tersebut.

Saat ini sudah banyak lembaga pendidikan baik pesantren atau pun full day dalam kurun waktu singkat memiliki gedung bertingkat beserta fasilitasnya. Mereka tak lagi butuh proses panjang untuk menyulap lembaga tersebut menjadi megah. Menurut saya hanya ada beberapa syarat yang bisa mengisi pos seperti ini. Pertama; biasanya owner memang juragan atau orang kaya, kedua owner nya duduk di anggota dewan atau pemerintahan. Di luar tipe itu maka butuh proses dan perjuangan yang panjang.

Tapi saya yakin bahwa Allah akan memberikan nilai lebih atas perjuangan yang dilalui dengan proses panjang, ketimbang proses perjuangan instan.

Jadi ditilik dari sisi historis perjuangan, sebenarnya berjuang tak harus menunggu kondisi finansial mapan. Tapi memang berjuang akan cepat mapan jika sudah tertata finansialnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top