Semestinya instansi pemerintahan Indonesia atau lebih tepatnya para penegak hukum kita meniru Mahmoud Abbas, presiden Palestina yang menegaskan tak akan mencalonkan kembali pemilihan presiden Januari 2010 nanti. Meski masih teka-teki, namun keengganan Abbas menjadi orang nomer wahid di Palestina ditengarai banyak pihak karena kegagalan menciptakan rekonsiliasi permanen dengan Israel.

Abbas sadar, selama Palestina dipegang masih banyak pertikaian, krisis jalur gaza dan kebuntuan mencari solusi perdamaian. Inilah mengapa Abbas tak mau mencalonkan diri lagi. menurutnya, biarlah Palestina kelak dipimpin orang yang lebih baik darinya yang mampu menjaga keutuhan Negara, menciptakan perdamaian seperti yang pernah dirasakan sewaktu dipimpin Yasser Arafat dan terakhir supaya krisis Gaza segera berakhir

cicak dan buaya

Pernyataan Abbas ternyata mengudang polemik luar biasa, baik dari dalam mapun luar negeri. Hamas yang merupakan saingan terberat Fatah (afiliasi Mahmoud Abbas) menganggap itu hanyalah retorika Abbas, agar mendapat perhatian masyarakat serta melambungkan namanya.  Di lain sisi Hamas merasa beruntung jika nanti Abbas benar-benar tidak akan mencalonkan lagi, Hamas yang merupakan saingan Fatah akan memiliki kans untuk menguasai pemerintahan Palestina, walaupun ini juga sulit

Sementara dari pihak lain, Amerika yang punya hubungan khusus dengan Fatah agar keinginan Abbas itu dipertimbangkan lagi. Tentunya ini berkaitan dengan politik mereka sebagai pihak “juru runding” dalam mendamaikan dua Negara seteru abadi Israel dan Palestina, karena Amerika merasa lebih enjoy melakukan dialog dengan Fatah ketimbang Hamas

Kekuatiran Amerika beralasan; seandainya saja nanti pihak Hamas memenangkan pemilu dan menguasai Palestina, dikuatirkan dialong soal perdamaian mengalami jalan buntu mengingat Hamas sebagai aliran (partai) keras dan anti Amerika. Ini mengapa sekutu Israel itu meminta Abbas mempertimbangkan lagi, kendati keputusan tetap ditangan Abbas

Keputusan awal presiden Palestina itu patut mendapatkan apresiasi tinggi.  Inilah menurut saya manusia gentlemen, berani undur diri karena sudah tak mampu. Undur diri bukan berarti lepas tangan sebagaimana kata Abbas, namun sebagai wujud tanggung jawab, moral yang nilainya jauh lebih besar ketimbang merangkai jabatan berlama-lama

Berbeda dengan konflik KPK dan Polri, usai pengusutan kasus dugaan yang melibatkan dua petinggi KPK non aktif Bibit dan Chandra lewat pemutaran suara percakapan antara Anggodo dan pihak aparat penegak hukum, nampak jelas bahwa kepolisian punya peran besar dalam menskenarioi alur cerita ini

Alur cerita antara pimpinan non aktif Chanda dan Bibit ini bisa rasakan sejak awal, saat dua pimpinan itu tiba-tiba dijebloskan begitu saja tanpa alasan hukum yang kuat. Dan sangat naïf sekali jika hanya gara-gara dikuatirkan kabur ke luar negeri, membentuk/mempengaruhi opini public

Beginilah gaya politik Polri menggatuk-gatukkan hukum untuk menjerat Chandra dan Bibit. Sementara Anggodo pihak pengatur strategi yang sudah jelas merekayasa hingga kini masih belum jelas statusnya

Anehnya statemen Polri yang meminta pasal untuk menghukum Anggodo tentu saja sangat kontras dengan pasal (yang dicari-cari polisi) dalam menahan Chandra dan Bibit. Alih-alih ingin mendapat masukan dan simpati masyarakat lewat pasal yang digunakan untuk menjerat Anggodo malah borok Polri semakin jelas

Bareskrim Susno sepertinya selalu mengelak dan tak akan mengaku jika belum didatangkan dukun, laporan di depan komisi III DPR beberapa hari lalu selain mengundang tanda tanya untuk para anggota legislative baru, juga mengundang tanda tawa. Sambatun hangat dan aplausan tepuk tangan dari para anggoda dewan mengisyaratkan bahwa apakah mereka belum dewasa duduk di legislative karena masih baru menjabat atau memang mendukung Polri yang sudah jelas dalam rekamana sadapat KPK Susno sering disebut

Kedua, curhat dan tangisan Susno itu juga menandakan bahwa dia sedang gelisah, tertekan kalau kasusnya terungkap di depan publik, persis seperti anak kecil. Kita bisa bandingkan dengan sikap Chandra dan Bibit yang menjadi bualan kepolisian, namun tetap memperlihatkan wajahnya yang biasa, senyum dan tegas, tanpa merasa salah dan memang sepertinya mereka berdua tidak salah melainkan korban strategi kesalahan kepolisian

Sebab itu sebagai institusi sebesar Kapolri, tentu saja mereka tidak semudah membalik telapak tangan untuk mengakui kelalainnya sebagai pihak yang melanggar hukum, pasti sekuat tenaga instasi Polri akan mempertahankan kebenarannya yang sudah jelas-jelas terlibat dalam kasus ini. Apalagi yang dihadapi cuman hanya cicak. Masak ada cicak mau ngalah sama buaya; gengsilah

Mutar-muternya sikap Polri yang tak mengakui secara gentlemen kesalannya selain tentu saja akan merusak citra Polri sendiri yang memang sudah rusak, juga akan “merasa” kalah main dengan institusi di bawahnya  dalam hal ini KPK. Sampai kapanpun Polri akan memprtahankan citra tak bersalah ini, sebelum SBY bersikap

Oleh karena Polri dan Kajagung semestinya meniru presiden Palestina Mahmoud Abbas yang merasa tak mampu lagi mencarikan solusi perdamainan permanen dengan Israel, jika kalau gak Indonesia akan diberi musibah lagi

4 thoughts on “Abbas dan Polri

  1. aku setuju dengan pendapat Si BolehNgeblog, cuma sebagai tambahan, menurut aku mereka semua di atas sedang di adu domba oleh oknum yang konon katanya dia adalah Pejabat sekaligus Bandar Narkoba Besar. itu menurut sepengetahuan aku… he he
    —————————————————
    @ iyah : kok ada sangkut pautnya dengan Rani sob??? he he

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top