Kawasan Suez hari Jum’at sore (10/07) kemarin nampak padat. Arus balik hari libur membuat ratusan mobil macet memanjang seperti kereta. Ini terjadi di perbatasan masuk ke Terusan Suez. Mobil-mobil yang hampir dipastikan –kebanyakan- merupakan kendaraan pariwitasa itu seakan tak berkutik termasuk rombongan saya

Setengah jam kami melaju pelan. Dengan mengendarai bus pariwisata bertempat duduk 33 kursi (biasanya di sebut bus nanggung) agenda ke Nguyun Musa terpangkas oleh kemacetan lalu lintas darat. Saya menyadari berlibur di hari Jum’at memang penuh resiko. Hiruk pikuk masyarakat pribumi hari itu lagi on air. Apalagi kawasan seperti pantai, Hadiqoh dll yang menjadi semacam agenda resmi liburan mingguan mereka, secara formalitas jelas akan merugikan orang non pribumi

arus balik liburan

Seperti pada kasus lain; liburan ke Ra’su Barr misalnya, jadwal acara terpaksa harus disudahi sebelum waktunya, setelah kaum pribumi turut serta dalam euforia acara. Saya yakin keikut sertaan mereka sebenarnya bertujuan baik; ingin mengenal lebih jauh siapa kita. Sayang perbedaan budayalah yang menyebabkan cara mereka salah menurut kita. Dan pada kasus-kasus wisata yang pernah saya ikuti tak luput dari sorotan orang pribumi

bus rombongan fosgama

Menjelang magrib arus kemacetan sudah mulai sirna. Matahari juga akan tenggelam. Sementara –biasanya- berkunjung ke Nguyun Musa banyak dimanfaatkan oleh pengunjung berpotret bersama (an) dengan menghilangnya matahari (sunset) seperti yang pernah saya lakukan dua tahun lalu, selain tentunya juga sebagai tempat yang memiliki nilai historis

Tidak seperti rombongan lain, kami berangkat sore. Dengan modal waktu yang sempit dan jarak tempuh yang jauh (nguyun musa). Sempat saya berfikir, mungkinkah perjalanan ke Nguyun Musa tepat waktu? Saya bertanya ke Akhir Syadid sebagai tiem penanggung jawab rombongan yang kebetulan duduk disamping saya. “Wah iya-ya, atau saya kontak Kak Haidar?” Jawab Akhi Syadid.”Gak usah aja” Kata saya. Karena saya menilai toh walaupun menghubungi Kak Haidar –dengan melihat kondisi yang sudah sore- akan sia-sia saja. Sebab menurut saya ini bukan kesalahan panitia, tapi kesalahan waktu dan kondisi

melihat sunset di nguyun musa/dok. 2007

Hari itu (jum’at) kekeluargaan Jawa Tengah (ksw) juga rihlah ke tempat yang hampir sama dengan rombongan kami (fosgama). Mereka berangkat lebih awal (setelah Jum’at) barangkali rombongan KSW itu kesampain melihat indahnya sunset di Nguyun Musa. rombongan yang konon dikomandoi oleh Afif Su’ud selaku tiem travel Anami itu hanya sempat bertemu dengan rombongan kami di puncak gunung Tursina (sinai) saja

Kata kawan, tahun ini kayaknya tahun Sinai. Dari Fosgama, KSW, GamaJatim, IKPM, KMNTB dan mungkin rombongan kekeluargaan lain yang belum kedeteksi mengadakan rihlah ke sana. Uniknya waktunya hampir bersamaan. Jika Fosgama dan KSW tanggal 10, maka GamaJatim tanggal 11 dan denger-denger IKPM tanggal 13- san. Kendati masing-masing rombongan memiliki agenda berbeda-beda. Semisal Fosgama hanya mengambil Sinai dan Syarm el-Syeikh, sedangkan KSW ke Sinai, Syarm el-Syeikh dan Dzhahab

inilah nguyun musa yg memiliki historis

Padahal kawan-kawan yang sudah pernah ke sana bilang, “Cukup sekali saja ke Sinai, sudah kapok, capek deh”. Tapi nyatanya tidak, bahkan kawan saya mengakui sudah tiga kali naik ke puncak gunung Sinai. Mungkin saja penilain saya salah, bahwa Sinai membuat orang takluk dan sekaligus merindukannya. Takluk karena kapok naik gunung Sinai yang begitu menjulang tinggi sehingga bikin tubuh pegal-pegal, dan merindukan dengan banyaknya kawan yang lebih satu kali naik turun Sinai

Bersambung

2 thoughts on “Sinai

  1. duh, kapan ya bisa ke sinai, dan aku ingin kesana sama seorang yang spesial. hehehehe….. kalo ada orang yang spesialkan bisa buat obat capek, tul gak?

Tinggalkan Balasan ke Admin Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top