Mingggu kemarin Liga-liga elit sudah dimulai. Spanyol, Italia yang memiliki reputasi bagus di Eropa dan paling banyak digemari selain liga english telah menabuh genderangnya. Sebagai insan gilabol saya berusaha menyempatkan nontol langsung -terutama partai-partai besar- semisal Juventus, Ac Milan dll. Dalam sejarahnya sebenarnya saya kurang begitu demen nonton bola di televisi, sementara perkembangan bola serta informasi cuman saya peroleh lewat berita yang tersebar di internet. Karena dianggap kurang valid saya sempat debat dengan teman penggila nonton bola. Dia menganalisis jika menonton secara langsung punya informasi lebih awal dan kuat -akurat- daripada membaca keterangan berita, meski saya sendiri kurang setuju dengan pendapat ini karena berita juga merupakan pengajawentahan dari realita sebelumnya

Idialisme saya tetap saya pertahankan hingga digulirnya Piala Dunia di Jerman 2006, disinilah saya tidak pernah ketinggalan nonton bola di televisi. Entah faktor apa gejolak gila nonton bola waktu itu. Yang jelas Atmosfer masyarakat memang sedang demam bola dan didukung kekebesan saya setelah sempat satu bulan lebih mendekam di kamar belajar dalam mengikuti ujian akhir tahun. Informasi bola pun dijadikan bahan diskusi antar sesama. Kegilaan ini berlanjut hingga sekarang terutama partai-partai besar kendati saya harus menelorkan uang untuk duduk nyantai di depan televisi sembari ditemani oleh Syai dan Syisya. Keduanya itu sudah menjadi keharusan saya disaat nonton bola di cafe bahkan telah menjadi semacam candu dunia saya :D.

Dulu masih saya berada di Asyier tentu untuk memesan tiket Syai dan Syisya tidak terlalu merepotkan keuangan saya. Disana harga keduanya terbilang murah apalagi jika nonton di Suq-Sayyarah dimana merupakan kafe yang bisa dijangkau oleh semua kalangan. Manggo, MusBilLaban dll adalah minuman nikmat penyegar tenggorokan kering harganya tidak telalu menjulang tinggi. Berbeda dengan keberadaan saya di Rob’ah untuk bisa menikmati secangkir Syai bilLaban dan Syisya saya harus merogeh kocek sedikit dalam sekitar sembilan pond dan sempat suatu saat saya nonton pertandingan madrid dan Barca memesan Manggo dan Syisya tak diguga habisnya selangit 14 pond. Harga semacam ini untuk ukuran mahasiswa tentu sedikit memberatkan mengingat cuman acara hiburan belaka dan tidak memiliki status keilmiahan 😀

Saya tidak bisa terus menerut seperti ini nonton bola saben minggu. Dengan keadaan pas-pasan dan melihat kondisi saat ini kurang menguntungkan hanya partai besar saja keberadaan saya di cafe. Apalagi tidak semua cafe di Rob’ah memiliki fasilitas (card/kartu) Tv berlangganan Aljazeerasport+  pemilik hak siar Liga Italia dan Spanyol. Kebanyakan masih didominisi tv berlangganan art yang dulu menjadi andalan kafe-kafe Mesir karena sejak lama menyiarkan liga Champion, Liga Enggris, Piala Dunia 2006 dan Liga-liga Arab. Saat ini? Hak siarnya sudah beralih tangan, liga enggris tahun sekarang berada digenggaman Show Time Sport dan liga Italia, Spanyol disiarkan oleh Aljazeerasport+. Dengan kondisi semacam ini, mau tidak mau Kafe-kafe di Rob’ah harus beralih jalur (tv berlangganan) jika ingin tetap disinggahi pelanggan. Ternyata kartu tv berlangganan Show Time harganya selangit sekitar seribu empat ratus pond untuk setengah tahun itu didalamnya sudah ada Aljazeerasport+. Tingginya harga kartu kafe di bawah rumah saya hingga saat ini belum memilikinya jika punya mungkin tidak terlalu mahal bagi saya untuk ukuran ngesya dan nyisya

AKhirnya saya menemukan Kafe yang sudah memiliki kartu Show Time dan Aljazeerasport+, Kafe yang jaraknya tidak terlalu jauh dari keberadaan saya saat ini memang terbilang wah elit. Di penjuru ruangan dipasang televisi layar datar, ruangannnya full AC dan terpasang wireless bagi pembawa laptop bisa berchating ria dengan gratis. Dengan fasilitas jauh lebih elite dari Kafe dibawah rumah saya atau Kafe-kafe di Asyier harganyapun juga elite. Di sinilah saya merasakan tingginya harga Kafe, jika pada umumnya Syai dijual dengan harga satu pond setengah di Kafe elite harganya empat pond setengah Waww. Manggo dua atau tiga pond di sana harganya tujuh pond. Minggu kemarin saya mencoba datang lagi kesana barangkali harganya turun, ternyata saya cuman pesan syai bilLaban dan Syisya saya habis sembilan pond harga diluar dugaan saya. Dalam benak pikiran saya bergeming apakah saya harus melangkahkan kaki ke Asyier hanya untuk nonton pertandingan bola? Sementara saya punya pekerjaan yang lebih dasyat membaca dan belajar dll ketimbang dibahiskan melangkah ke Asyier

Gejolak merambahnya penggila-penggila bola di Mahasiswa disini saya menduga dipengaruhi oleh Piala Dunia 2006. Kawan-kawan saya sebelumnya anti bola kini beralih sembilan puluh derajat ke bola, kendati tanpa meninggalkan dunia keilmuan dan keintelektualan, saya kuatir jika dibiarkan terus menerus bukan tidak mungkin keilmiahan semakin menipis dan tidak punya nyali untuk membaca dll. Tapi inilah hiburan, mahasiswa butuh sentuhan luar dari kepenatan hafalan dan kekangenan oran tua di Indonesia sana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top