Salah satu persoalan mendasar pasca perang Israel dan Lebanon tahun 2006 adalah mampukah perdamaian itu akan berjalan efektif atau malah justru semakin menjadi keprihatinan lebih dahsyat. Tak satu pun dari aktor yang terlibat dalam perundingan  waktu itu– Israel, Lebanon (Hesbollah), Suriah dan Iran respek dengan kondisi perdamaian selanjutnya. Sehingga akar krisis politik yang belum menemukan titik temu itu rawan akan konflik kembali.

Empat tahun lebih perdamaian Israel dan Lebanon sepertinya hanya menjadi paradok. Awal bulan lalu (3/08) konflik itu kembali membara di bagian selatan Lebanon antara angkatan pertahanan Israel dengan angkatan bersenjata Lebanon di dekat desa Adaisseh. Sedikitnya tiga tentara Lebanon dan satu warga sipil tewas serta lima tentara terluka. Laporan lainnnya menyebutkan satu tentara Israel tewas dan dua lainnya terluka.

Haruskah permusuhan itu pecah kembali? Tentu saja Israel sebagai lawan yang “terpancing ” berusaha menghindari duplikasi skenario 2006 dan –sebenarnya-  lebih suka membidik Suriah yang diklaim oleh mereka sebagai pemasok senjata dan dukungan militer ke Hesbollah. Pada sisi lain ketegangan diantara mereka saat ini sudah meningkat tajam dengan apa yang di sebut sebagai “poros perlawanan” diantara Iran, Suriah, Hamas dan Hesbollah yang secara intensif menjalin komunikasi dalam upaya peningkatan keamanan dari bahaya Zeonis.

Resolusi dewan keamanan PBB menyebabkan bantuan keamanan Internasioal pasca perang tahun 2006 di kawasan Lebanon selatan semakin membludak. Kondisi ini agar gerakan mengakar Hesbollah dalam memancing konflik dengan Israel semakin mengecil. Situasi itu ternyata belum menyulutkan ke dua belah pihak melakukan manuver politik kelas tinggi. Bahkan Hesbollah dianggap melanggar perjanjian yang diusung oleh dewan keamanan PBB;  menghentikan transfer senjata ke pasukan Lebanon non pemerintah, pelucutan kelompok bersenjata dan penghormatan penuh terhadap ke daulatan Negara.

Dari sini status politik Hesbollah di Labanon menjadi faktor penghambat dan mematahkan semangat perdamaian yang secara tidak langsung merugikan negera Lebanon yang menginginkan konflik berakhir secara permanen. Namun apa boleh buat, kelompok sayap bersenjata Hesbollah ternyata kian hari memiliki kekuatan militer tangguh dan persenjataan canggih yang akan mengancam keamanan Israel.

Membuka Perdamain Kembali

Timur Tengah adalah tempat segala konflik saat ini termasuk Lebanon,  di mana semua konflik di wilayah itu terpendam secara periodik yang melibatkan Israel, Lebanon dan Suriah serta beberapa milisi yang beroperasi di Lebanon.

Manuver-manuver politik yang kerap dilontarkan oleh ke dua belah pihak membuat kran menuju perdamaian terhambat. Hal ini karena Lebanon memiliki milisi yang dianggap sebagai neokonservatif macam Hesbollah yang selalu bertolak belakang dengan pemerintahan sendiri. Kendati Hesbollah punya peran penting dalam mengusir Israel dari Lebanon. Tapi jasa partai yang beraliran Syiah ini belum cukup membuat warga Lebanon menikmati perdamaian secara permanen.

Oleh karenanya kunci utama untuk membuka kembali situasi perdamaian adalah melanjutkan negosiasi bermakna antara Israel satu sisi, Suriah dan Lebanon di sisi lain. Ini barangkali satu-satunya cara yang realistis untuk mengubah dinamika mendasar, khususnya dengan memperhitungkan pengaruh Suriah. Tanpa itu, Damaskus akan terus menyuplai senjata ke Hesbollah.

Selain itu mengaktifkan kembali momentum resolusi dewan keamanan PBB serta membentuk dewan konsultatif dalam meredam ketegangan. Lalu memperjelas garis perbatasan antar kedua belah pihak dan menjalin komunikasi secara intensif antara Israel dan Lebanon. Dan yang paling penting lagi adalah pempersatukan milisi-milisi di Lebanon agar punya satu aliran dengan pemerintahannya. Tanpa itu partai sayap macam Hesbollah akan selalu membuat manuver yang justru merugikan Lebanon.

Kasus awal Agustus lalu (3/8) adalah bukti kuat bahwa ketegangan antara militer Israel dengan pihak keamanan Lebanon yang dipicu pencabutan beberapa pohon oleh sekelompok tentara Israel di dekat desa Adaisseh dan Kuferkilla belum usai. Konflik memanas di Lebanon itu ditengarahi – menurut sumber keamanan Israel – karena kelompoknya mendapat serangan dari tentara Lebanon ketika bekerja di sepanjangan perbatasan Lebanon Selatan.

Baku tembak yang menimbulkan korban termasuk beberapa wartawan ini membuat situasi Lebanon sekarang kembali memanas. Apapun alasannya yang jelas konflik Lebanon dan Israel akan terus berlanjut sebagaimana krisis “sepanjangan masa” antara Israel dan Palestina kalau peran partai beraliran syi’ah Hesbollah masih punya pengaruh kuat di Lebanon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top