Jum’at sekarang merupakan Jum’at terakhir untuk bulan Sya’ban sebelum memasuki Ramadhan. Tak terasa satu tahun kita berada dalam dekapan hari yang penuh dengan lika-liku dan cobaan

Masih terngiang diingatan saya, pada bulan Sya’ban biasanya ritual kita di Indonesia sangat kental dengan nuansa relegius mulai dari hal puasa Sya’ban, Nisfu Sya’ban hingga pada pergelaran berkatan yang diikuti dengan Yasinan, Tahlilan dll

Tradisi tersebut sebenarnya menggambarkan bahwa budaya dan corak Islam di Indonesia secara khusus sangat kuat. Belum lagi faktor sosial antar sesama. Ini menunjukan jika kita masyarakat yang berbudaya dan bermoral. Hal itu jelas tak terlepas dari empunya pembawa Islam ke Indonesia terutama di pulau Jawa oleh para Walisongo, dimana mereka menyebarkan Islam lewat jalur budaya, menyelinap lewat tradisi jelek yang akhirnya diselipi dengan ajaran keislaman

Keahilan para Walisongo dalam penyebaran Islam lewat jalur budaya mengindikasikan bahwa penyiaran Islam sebenarnya bukan melalui paksaan dan kekerasan yang selama ini digulirkan oleh kaum radikal. Keterlibatan budaya sebagai palang pintu dalam penyerbaran Islam semakin menyakinkah orang lain untuk nyoblos Islam dan sebaliknya penyebaran Islam lewat jalur kekerasan dan paksaan justru akan menimbulkan permasalah ganda, pertama akan menimbulkan perpecahan umat dan kedua image mereka bahwa Islam adalah agama yang suka dengan kekeran dan paksaan

Meski secara defacto tidak dipungkiri bahwa cikal bakal melubernya tradisi di Indonesia dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu yang sangat kental dengan ritual roh, jiwa yang semuanya itu berbau mistis, oleh karena itu sebenarnya kita patut berterima kasih kepada nenek moyang kita yang memiliki didekasi tinggi soal ritual. Sebab tradisilah yang selalu memperngarui kesan kita dalam setiap moment besar khususnya dalam perayaan hari besar umat Islam terutama dalam menjaling hubungan antar sesama (sosial)

Namun dilain sisi tradisi juga akan menimbulkan sebuah kepercayaan pada hal-hal tertentu yang berbau mistis. Peristiwa Tsunami akhir-akhir ini dan gempa bumi tidak terlepas dari simbol mistis, Nyai Roro Kidul mita tumbal, aura Soeharto sedang muncul dll itu semua kadangkala dikaitkan dengan mistis yang sudah jelas dalam alqur’an tidak dibenarkan

Peringatan Nisfu Sya’ban yang diikuti dengan ketupatan (berkatan), takbir keliling jelang hari raya, peringatan Syuro dll merupakan tradisi umat Islam Indonesia yang harus dipertahankan. Itu adalah tradisi baik yang jauh dari budaya mistis karena selalau diselipi dengan bacaan-bacaan qur’an, pengagungan terhadap agama dan sebagai bukti syukur kita pada Ilahi Rabbi

Di negara-negara mayoritas Islam terutama Timur Tengah sangat jarang kita temukan atau malah tidak ada sama sekali peringatan semacam itu, maka anggapan sementara orang saat ini bahwa bangsa arab terkenal dengan tidak sosialis (idividualis), cuwek, hidup sendiri-sendiri bisa jadi merupakan pengaruh lemahnya tradisi mereka. Meski tidak semuanya, karena ada juga orang baik -dermawan-. Maka peringatan kebesaran umat Islam seperti hari raya (dimana untuk Indonesia selalu dimeriahkan sehingga mengesankan) di arab seperti hari-hari biasa, tidak ada moment penting istimewa dari mereka kecuali mendapatkan barkah dari bulan puasa

Saya merindukan tradisi Indonesia, sudah lama saya tidak mengikuti ritual Nisfu Sya’ban, gendoren (tumpengan) jelang bulan puasa, takbir keliling malam hari raya. Kapan saya bisa merasakan kembali dan bersama mereka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top