Sebelum penulis membincangkan masalah sholat, terlebih dahulu penulis ingin membagi antara ibadah vertikal (ibadah mahdlah) dan ibadah horizontal. ibadah vertikal diantaranya sholat, puasa haji dll. Dan ibadah horizontal mencangkup setiap aspek kehidupan manusia seperti; persoalan-persoalan hukum, moral, ritual bahkan masalah kesehatan

Sholat yang merupakan ibadah mahdlah adalah salahsatu ritual ibadah tingkat tinggi. Ini tidak terlepas dari dekatnya antara sang pencipta dengan pelaku sholat. Dulu ketika Islam masih berada dalam masa pra sejarah, sholat (wajib) tidak seperti saat ini, tetapi jauh lebih mengerikan artinya orang dituntut untuk sholat dalam sehari lebih dari empat puluh. Ketatnya ritual ibadah sholat saat itu mengerucutkan manusia kejenjang level tingkat tinggi, banyak orang menjadi nabi, wali, ulama besar yang hingga saat ini bisa kita kenal lewat sejarah. Namun kedekatan kepada sang pencipta memberikan dampak terhadap muammalat ma’a an-nas. Hubungan antar sesama manusia kuatir akan mewarisi tradisi jelek untuk dunia kelak. Akhirnya kita dapati ritual ibadah sholat (wajib) sekarang dengan jumlah lima waktu

Gebrakan baru dari nabi Muhammad ini tentang sholat jauh lebih ringan sekaligus berkomplikasi pada melemahnya mental iman kepada Tuhan. Jika dibandingkan tingkat kesholehan antar umat dulu dengan sekarang, condong sibuk dengan urusan keduniaan. Ini jelas bertolak belakang dengan zaman pra sejarah dulu yang meninggalkan sholeh sosial. Memang sulit untuk merumuskan manusia dengan keinginan agama. Orang boleh memelihara keduniaan dan itupun untuk akhirat, dilain pihak kecintaan terhadap agama (tuhan) melupakan syahwat manusia bersosialisasi dengan lainnya yang sudah dibangun sejak zaman nabi Adam dengan susah payah

Robert Morey seorang orientalis menganggap sholat sebagai hasil adopsi ritual penyembahan berhala, sholat yang menghadap kiblat dianggap sebagai ketundukan kepada Saudi Arabia1. Irena Handono mantan Biriawati membantahnya dalam buku Islam di Hujat yang menyentil bahwa Robert Morey seorang tolol dan tidak tahu tentang Islam. Penulis sendiri membenarkan jika kita tunduk kepada Arab Saudi. Sebab Islam sendiri datang dari ranah arab. Tunduk bukan berarti membenarkan semua perilaku yang datang dari arab, akan tetapi kiblat peradaban Islam memang berawal dari sana

Sholat yang ditilik dari literatur bahasa bermakna doa’ adalah suatu bentuk komunikasi antara makhluq dan penciptanya dimana diawali takbir dan diakhiri salam dengan syarat-syarat khusus yang telah ditentukan2. ulama  ahli fiqh memberikan definisi berbeda mengenai sholat, termasuk macam dan syaratnya. Abu hanifah membagi macam-macam sholat ke dalam empat jenis; fardlu a’in (sholat lima waktu), fardlu kifayah (sholat jenazah), sholat wajibah (witir, dua hari raya) dan sholat nafilah atau mandzubah. Dari sekian macam sholat tersebut tujuannya tidak lain adalah mengesekan Tuhan dan mendekatkan diri kepada sang pencipta tidak lebih dari itu hanya berdoa dengan tujuan-tujuan tertentu yang mendesak.

Dalam dasawarsa terakhir penulis sering menemukan sebagian dari kita yang mengartikulasikan sholat dengan tujuan kurang benar dalam hal ini berkaitan keaktifan sholat berjamaah disaat kebutuhan mendesak ini sangat mempengaruhi tentang awal mula tujuan sholat berjamaah itu sendiri. Padahal sholat berjamaah bukan untuk ujian dan ujian bukan untuk sholat berjamaah. Yang benar adalah ujian untuk ibadah. Sementara sholat berjamaah merupakan ritual ibadah kongkrit dan sempura ketimbang sendirian dan itu tidak hanya diperingati ketika menjelang ujian akan tetapi sepanjang masa.

Fenoma alam ini jelas akan mempengarui keontentikan sholat itu sendiri. Dalam kasus ujian sholat berjamaah diibaratkan sebagai dewa penyelamat yang dengan cepat mampu menolong hamba lemah dan kurang siap. Padahal sebenarnya terletak pada usaha dan kemampuan masing-masing individu sementara yang lain kita serahkan kepada Tuhan (tawakal). Ulama Sufi sendiri menisbatkan ibadah sholat (berjamaah) sebagai ritual wajib dan perisai dalam hidupnya

Dalam menjalankan ibadah sholat sendiri ulama ahli fiqh sepakat bahwa kekhusukan adalah modal utama untuk memperoleh ridloNya tanpa itu akan sia-sia belaka. Ibadah sholat apapun bentuknya tidak bisa dijadikan sandaran untuk menjulangkan pahala pribadi kalau tidak dibarengi dengan keikhlasan dan aspek ibadah lainnya. Ibadah tanpa niat yang suci dan ikhlas tentu akan sia-sia belaka. Maka waspadalah,,,!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top