Bantuan Bimbingan Kursus Bahasa

Seberapa besar anak desa mencintai bahasa? Adakah yang masih alergi dengan bahasa asing? Pertanyaan ini merupakan gejolak menjamurnya kursus-kursus bahasa yang ada di kawasanku. Suara-suara teriakan kosa kata acap kali aku dengarkan setiap ba’da magrib disini. Mungkin ini merupakan titik balik dari peradaban modern yang dituntut setiap individu bisa berkomunikasi asing.

Dulu di Desaku, orang sudah dianggap punya keistimewaan bisa berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Ini realita bahwa masyarakat komunal desa masih mencintai dan mengagungkan bahasa ibu “jawa”. Hanya orang-orang pendatang atau semula dari desa lalu mentransformasi ke kota yang lanyah berkomunikasi bahasa Indonesia.
Apalagi bahasa asing semacam inggris bisa dikatakan merupakan anugrah indah yang mendapatkan tempat sosial tinggi di masyarakat desa selepas mangkatnya konolialisme. Bahasa inggris masa neokonolialisme atau semi modernisme ini menjadi momok pelajaran yang ditakuti oleh kebanyakan siswa sejajar dengan matematika. Dan

menjadi sebuah kebanggaan bagi mereka yang menguasainya.


direktur wanawisata hayati (kiri) memberikan kamus padaku
sebagai simbol pemberian gratis pada siswa

Berbeda zaman modernisme saat ini, bahasa asing tak lagi menjadi momok yang menakutkan, akan tetapi telah menjelma menjadi menu harian seperti layaknya mereka berbahasa jawa. Barangkali orang kini mulai sadar bahwa bisa berbahasa asing secara baik dan benar akan membawa seseorang bisa menjelajahi dunia.
Dari persoalan itu aku melihat kursus-kursus bahasa asing di desaku sangat marak. Anak-anak kecil tak lagi alergi malah antusias ikut kursus yang perbulannya kena tarif itu. “Ini tantangan..!” Kata Paijo sambil menjelaskan prospek ke depan kawasan di desa kami yang akan menjadi jalur utama lalu lintas Turis dari Bali ke Plengkung yang akan berselancar.
Nalar Paijo itu ada benarnya, bahwa saat ini saja sebelum dibangun jalur mega proyek antara desaku yang menghubungkan kawasan wisata Alas Porwo dan Plengkung sudah ramai dilalui bus-bus wisata asing dari Bali. Jika masyarakat desa tidak beradaptasi terhadap perkembangan jalur wisata ini, dikuatirkan suatu saat nanti akan terjamah oleh penduduk luar. Akhirnya aku kuatir penduduk pribumi tergeser dan menjadi tamu di tanah kelahirannya.
Dan untuk membekali itu semua, hari Sabtu lalu selepas sholat dhuhur, aku membuka acara kursus bahasa inggris bagi anak-anak tingkat madrasah tsanawiyah di lembaga sini yang diadakan secara gratis oleh PT. Wanawisata Alam Hayati dari Banyuwangi. Ini yang pertama kali dilembaga sini, bimbingan bahasa inggris diberikan secara gratis. Siswa juga diberikan buku, kamus, minuman mineral, snack secara gratis dan mendapatkan bimbingan selama tiga bulan berturut-turut. Cuman pihak PT yang meminta hanya kelas akhir (sembilan stanawiyah) yang difasilitasi mengikuti kursus gratis ini.

Rencananya bimbingan ini dilaksanakan pukul dua siang sampai menjelang ashar. Para tutor aku dengar tak diragukan lagi kemampuan bahasanya, karena mereka setiap hari terlibat di taman nasioanal Plengkung yang banyak menangani turis-turis asing.
Dalam sambutannya aku berharap kerjasama ini ke depan terus terjalin antara lembaga dengan PT. Wanawisata Alam Hayati. Sehingga tujuan kami mencerdaskan generasi bangsa bisa terlaksana dengan baik. Apalagi bahasa saat ini menjadi pelajaran yang sangat urgen sekaligus di daerah kami merupakan prospek yang menggiurkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top