Mencerdaskan anak didik (siswa) tidak harus merubah dan mempersulit ujian akhir yang sering di plot sebagai tolak ukur keberhasilan seseorang selama menempuh pendidikan. keberhasilan siswa pada dasarnya bisa dilihat dari sejauh mana siswa bisa memahami dan mempraktekkan apa yang ia dapat selama menempuh pendidikan tersebut.
Bagi saya pribadi,  nilai hanya sekeda angka yang bisa diibaratkan sebagai itungan poro gapit  dimana seorang pendidik/pengawas bisa merekayasa dan menambah hasil nilai ujian siswa tanpa melihat tingkat kemampuan anak didik terhadap suatu pelajaran. Akhirnya ujian bukan untuk belajar, tapi belajar untuk ujian. Siswa bukan lagi diuji, tapi semakin dimanjakkan oleh sebuah rekayasa angka.
Oleh karena itu, mengapa ujian nasional saat ini yang jika ditilik/dibandingkan dengan ujian akhir sekolah lima belas tahun silam jauh lebih mengerikan, namun justru siswa tidak merasa takut dan terbebani oleh metode ujian yang berisi lima  paket itu. Tapi sebaliknya, malah seorang pendidik/lembaga yang takut dan sibuk dengan ujian tersebut, tentu saja dengan alasan beragam; mengentaskan dan mensukseskan anak didik, menghindari rasa “malu” dll

Apakah kita terus berhusnudhon, bahwa apa yang ditawarkan pemerintah terhadap metode ujian akhir nasional sekarang tak lain untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa yang jika disejajarkan dengan negara-negara lain kita merasa tertinggal. Tapi pada satu sisi apakah meningkatkan mutu pendidikan bangsa harus merubah dan mempersulit ujian akhir nasioanal siswa? Tengoklan bagaimana keadaan sekolahan di Papua, di  daerah-daerah terpencil yang serba terbatas akan fasilitas dan sarana-prasaranya, namun dituntut dan disejajarkan metode ujian  dengan sekolah-sekolah di kota yang punya fasilitas wah. inikah yang di sebut keadilan?
Meningkatkan mutu pendidikan bangsa menurut saya tidak harus mempersulit ujian akhir siswa. Tapi dengan membudidayakan siswa dapat belajar dengan baik, mempraktekkannya serta dibarengi perhatian lebih dari pemerintah terhadap lembaga pendidikan dalam rangka mengentaskan buta huruf.  Dengan demikian maka akan terjadi keseimbangan antara lembaga pendidikan kota dan desa dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top