Kadangkala kita terbawa oleh pola pikir dan keyakinan orang-orang turots yang selalu mengkaitkan sebuah kejadian dengan sesuatu, kadangpula kita skiptis dan bertolak belakang dengan teori-teori itu, lalu  berpikir secara realistis dan kekinian dengan segudang wawasan tehnologinya.

Aku dan ke tiga anakku berssma dengan habib umar

Namun kita lupa dibalik itu semua masih ada “teori” takdir yang barangkali memiliki sifat absolut gak bisa diganggu gugat. Siapapun orangnya dan se hebat apapun  kalau sudah digariskan dari sananya maka kun fayakun.

Memang di zaman tehnologi yang kian berkembang pesat sekarang ini, berat rasanya untuk mengikuti  keyakinan orang turots/dahulu. Bukan karena kita tidak menghargai sebuah maha karya mereka yang saya anggap didapatkan setelah melakukan riset/penelitian bertahun tahun terhadap satu kejadian dengan kejadian yang sama, lalu diyakininya. Tapi karena mereka dan kita hidup di zaman berbeda.

Salahsatu yang melatarbelakanginya adalah karena mindset kita sudah teradopsi oleh modernitas tanpa batas. Dimana realitas menjadi ujung tombak kebenaran, sementara keyakinan orang dulu dianggapnya sebagai teori yang gak relevan dengan saat ini.

Tapi entahlah, bagaimanapun juga saya orang yang hidup di zaman modern, tapi pada akhirnya saya tidak akan melupakan jasa-jasa orang terdahulu dan mengikuti apa kata orang dulu/turos, karena tanpa mereka kita tidak ada apa-apa. Masukan yang berharga adakah modal utama untuk melangkah ke fase selanjutnya.

Yah begitulah kehidupan yang saya rasakan saat ini, satu sama lain memiliki idiologi keyakinan beragam terhadapa apa yang terjadi pada keluarga saya. Tapi saya bersyukur andai saja bukan karena beragam asal usul cerita itu maka saya tidak akan mengetahuinya. Sehingga tidak bisa mengambil hikmah yang berharga terhadap kejadian sekarang.

Saya harus bersabar dan ikhtiyar terhadap kejadian ini, tentu saja intropeksi diri dengan mengambil penafsiran yang beragam itu. Bisa jadi penafisran tersebut benar adanya. Walau hanya Allah yang maha tahu, tapi akan saya jadikan sebagai sikap kehati-hatian dalam melangkah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top