Penetrasi internet yang tumbuh berkembang kian mudah menciptakan isu-isu liar yang sulit untuk dikendalikan. Hal itu karena internet sekarang tidak hanya dinikmati oleh kaum perkotaan maupun intelektual berpendidikan, kaum buruh maupun warga desa hingga anak-anak bisa mengakses dengan mudah internet apa yang mereka inginkan. Tinggal pencet lewat smartphone, sudah bisa menyebarkan apa yang menjadi unek-uneknya.
Jalan satu-satunya untuk mengendalikan arus penyebaran isu-isu yang tidak sehat atau nama kekiniannya Hoax yakni perlu adanya regulasi pembatasan akses kosa kata maupun pembatasan postingan-postingan pada media sosial yang kerap menjadi sarang penyebaran hoax. Diantaranya pengkondisian atau persetujuan tentang unggahan yang hendak disebarkan. Namun ini juga insposible, mengingat pertama, media sosial merupakan bagian dari saluran publik bukan saluran privat. Kedua, media sosial semacam facebook, x (dulu twitter), Tiktok punya sisi bisnis yang itu sulit diwujudkan apabila berubah jadi saluran privat dan terbatas.
Satu-satunya jalan adalah mensosialisasikan pendidikan secara menyeluruh melalui diskusi-diskusi kepada masyarakat tentang bagaimana berinteraksi dan berselancar dunia maya yang sehat dan bermanfaat serta dampak yang ditimbulkan. Dengan kegiatan semacam ini dapat diminimalisir isu-isu atau hoax bertebaran di dunia maya.
Kerangka model tentang berselancar di dunia maya secara sehat dan bermanfaat sejatinya sudah di sosialisasikan pemerintah, namun hanya sebatas dalam tanda kutip tentang pornagrafi dan pornoaksi. Sementara terkait dengan hoas atau isu belum membumi tersosialisasikan, tapi justru undang-undang tentang itu sudah muncul dan siap untuk menjerat serta mengantarkan pelaku ke ruang tahanan.