Surat kabar Jumhuriah hari Kami lalu (8/10/09) memuat tulisan cukup menohok dengan judul “imamuna akbar; ittaqillah fiena“. Sebuah tulisan opini seorang warga (makmum) atas kegelisahan testimoni imam besar, saat sang imam melakukan sidak di madrasah lingkungan Al-Azhar. Dalam testimoni itu, sang imam menyatakan (kepada salah satu murid madrasah) bahwa memakai niqob/cadar bukan tradisi Islam dalam arti, jika niqob menyusahkan pemakai maka niqob hukumnya haram

Petuah itu membuat sebagian media sini menaruhnya dalam laporan utama mereka. Dalam teori media, pernyataan kontrafersional seorang panutan umat merupakan lumbung padi media dalam meraih rating tinggi. Ada udang dibalik full, tentunya ada tujuan lain media bersangkutan melaporkan “fatwa” Syekh Tantawi itu, walau faktanya kita belum mengetahui maksud testimoni dari sang imam. Kita hanya meyimak laporan cerita media yang terpotong-potong, lalu memakainya dalam sebuah domain haram, lebih suci dari… dsb

tulisan di koran jumhuriah

Itu sebabnya sehari setelah “fatwa” kontrafersi Tantawi, warga secara emosional dengan tanggap langsung berbondong-bondong beli koran, majalah untuk mengetahui secara mendalam duduk perkara yang sebenarnya terjadi atas sikap imam besar itu. Dari pantauan yang saya cermati, hanya koran-koran kecil yang mengumbar testimoni sang imam menempatkannya dilaporan utama, sementara media-media besar seperti ahram, akhbar masih setia dengan berita “mengupayakan” perdamaian antara Israel dan Palestina. Disini jelas ada misi khusus dari media-media kecil itu, tentu saja yang sudah nampak adalah meningkatnya jumlah oplah koran, selain misi lain seperti media tersebut berafiliasi konservatif, fundamentalis dll

Maka terlalu dini (mahasiswa asing dan sebagian warga yang terpancing berita bualan terutama orang-orang konservatif) tergupuh-gupuh, pencak-pencak dan merasa  prihatin mendengar sikap sang imam besar Tantawi yang hanya mereka dapat dari media yang tak berimbang. Sementara orang-orang dalam (institusi/lembaga bersangkutan, ulama, pemikir) seolah tak ada permasalahan besar dan serius yang harus diklarifikasi. Ini menggambarkan bahwa pernyataan Tantawi bukanlah aib besar seperti berita yang berkembang saat ini, melainkan sepertinya medialah yang berperan membuat “cerita” ini meledak pesat

Upaya Melemahkan

Dalam hal ini saya tidak akan bercerita panjang-lebar soal niqob (cadar), apa dan bagaimana hukumnya. Orang sudah banyak yang tahu soal itu. Saya hanya ingin sedikit mengasih tahu bahwa memakai cadar merupakan sikap dan hak wanita dalam upaya menjaga kesucian dari teropongan orang lain. Meski belakangan  upaya “mensucikan” itu berubah menjadi upaya menghindari wajah sesungguhnya dari lirikan orang lain karena berwajah tampan, atau malu karena jelek, bukan lillahi ta’ala

Banyak cerita yang mengisahkan soal pemakaian cadar.  Seperti di Afganistan saat masih di kuasai Taliban, hukum memakai cadar adalah wajib. Kewajiban ini ternyata malah membuat sebagian besar wanita Afgan hidupnya merasa terkekang dan tak bebas. Hidup wanita-wanita Afgan selalu berbalut kain hitam dan panjang menutupi seluruh tubuhnya di luar dan di dalam.  Kita bisa membayangkan jika tubuh kita penuh dengan balutan kain, apalagi kainnya berwarna hitam

Pernyataan Syekh Tantawi soal cadar barangkali ingin mewakili semua pihak (islam), bahwa niqob hanyalah tradisi orang-orang tertentu (mu’tazilah), bukan kewajiban wanita muslim. Terlepas situasi dan kondisi pernyataan Tantawi di hadapan anak-anak madrasah, tapi pemikiran moderat Tantawi menunjukkan bahwa beliau tidak berada dalam jalur salah, sebagaimana diletupkan secara besar-besaran oleh media

Yang paling aneh justru media-media Islam secara sepihak menghakimi habis-habisan fatwa Tantawi. Media-media itu secara dogmatis mengumbar kata-kata tak santun kepada seorang imam besar Mesir dengan “Imam bukan panutan”. Media-media Islam yang sepertinya berada di bawah naungan Ikhwanul Muslimien sejak dulu memang punya ambisi ingin menggulingkan Tantawi. Meski bukan tergolong kudeta dan mustahil untuk terlaksana, tapi usaha menggoyang lewat pemikiran-pemikiran Tantawi yang dianggapnya kontrafersional adalah usaha mencari celah kesalahan dan melemahkan Tantawi di mata umat (islam)

Sudah berkali-kali Tantawi berhadapan dengan dogma buruk yang dialamatkannya, terakhir beliau diterpa isu menghalalkan bunga bank yang dalam Islam di sebut riba. Dalam kapasitasnya sebagai pimpinan tertinggi di lingkungan Al-Azhar, beliau juga acap kali disinyalir membuat terobosan baru seperti ingin menghapus hafalan qur’an, mencampurkan belajar mengajar antara laki-perempuan dan isu-isu miring lainnya dari Syekh Tantawi yang kerap menjadi buah bibir dan dibesar-besarkan dengan nada miring oleh media konservatif sini

Mencari Jalan Tengah

Setiap pemimpim punya kelebihan dan kekurangan, demikian pula dengan Syekh Tantawi maupun pendahulunya Syekh Sya’roqwi. Sya’rowi memang imam tersohor di Timur Tengah, dihormati dikalangan konservatif dan moderat, bahkan pendukung fanatik menyebutnya seorang wali. Tapi semasa hidupnya beliau belum pernah menghasilkan karya monumental, justru karya agung beliau berjudul “tafsir sya’rowi” muncul setelah meninggal dunia, itupun merupakan hasil kumpulan talaqi beliau selama bertahun-tahun, lalu dibukukan oleh seseorang

Imam sekarang ini, Tantawi juga bukanlah seorang imam yang punya aura besar di Timur Tengah. Jika dibandingkan dengan pendahulunya, Tantawi kalah mutlak dengan aura Sya’rowi. Cuman ada satu hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa Tantawi ketika masih menjadi Mufti, sudah berhasil menciptakan karya agung berupa “tafsir alwasid”

Munculnya berbagai isu soal aliran pemikiran Tantawi yang cenderung dinilai menyesetkan merupakan hal wajar. Seorang imam besar selain dipuja juga biasa dicaci. Tantawi merasakan itu, dan justru saat menjadi imamlah nama beliau kerap kali menjadi buah bibir karena pemikirannya  yang dinilainya menyesatkan, oleh pihak konservatif

Oleh karenanya, ada baiknya jika kita intropeksi diri sebelum mengklaim seseorang, artinya menengok lebih dalam darimana sumber berita itu datang dan afiliasi ke siapa surat kabar tersebut

One thought on “Menyikapi Tantawi Lewat Media

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top