Sepuluh harian lebih kemarin saya dan keluarga berlibur. Berangkat hari Sabtu malam saya dan keluarga yang terdiri dari istri, mas dan adik pertama meluncur ke Madura untuk bertakziah atas meninggalnya pimpinan pesantren Al-amien Prenduan yai Idris yang wafat dua hari sebelumnya (kamis).
Yai Idris meninggal pada hari Kamis kemarin. informasi awal saya dapatkan dari alumni dari Banyuwangi. Berita yang mengagetkan saya. Satu tahun lalu saya silaturrahmi ke beliau yang waktu itu keadaannya sudah dipopong, komunikasinya juga sedikit sulit. Dalam keadaan gerah seperti itu tak banyak tamu yang bisa menemui beliau. Bahkan sehabis sholat berjamaah di Masjid, istri beliau selalu mengawasi dan mewanti-wanti kepada khodimnya supaya tidak menemui para tamu.
Ini karena kondisi beliau yang sudah sakit, sehingga kuatir jika menemui para tamu yang terus berdatangan akan mengganggu kesehatan beliau. Kecuali sholat berjamaah, dalam kondisi seperti itu beliau masih tetap istiqomah meski harus dipopong dari kediaman beliau ke masjid yang jaraknya juga gak terlalu dekat.
Alhamdulillah waktu itu saya sowan ke beliau bisa menemuinya dan minta barokah doa karena satu bulan lagi saya mau menikah. Walau tak terlalu lama, saya sudah lega bisa menemui beliau. Dalam keadaan sakit seperti itu, senyum dan wibawa beliau masih tetap sama seperti lima tahun silam saat saya masih nyantri di Al-Amien. Dengan senyum dan sapaan beliau yang kadang kurang bisa saya pahami karena faktor kesehatann yang kemudian dijelaskan pengawalnya, beliau memberikan nasihat supaya terus berjuang di jalur pendidikan, kemudian beliau berdoa yang diakhiri saya mencium beliau. Subhanallah kasih sayang Ayah terhadap anaknya masih terpatri pada diri beliau, meskipun pada alumninya dan dalam keadaan sakit. Selamat jalan yai, semoga nasihat-nasihatmu selalu terpatri dalam sanukbariku.
Selepas bertakziah ke maqam beliau, di area komplek maqam secara tak sengaja saya ketemu dengan kawan lama dulu di Cairo, Abdurrahman yang sering disapa Gos Dor. Saya baru tahu kalau ternyata dia selepas belajar di Mesir mengabdikan dirinya ke alamamaternya Al-Amien. Tak terlalu lama saya ngobrol dengannya karena kondisi tidak memungkinkan, serta situasi pondok yang pagi itu akan ada acara pembukaan ujian lesan. akhirnya saya menuju ke kediaman alm yai Idris untuk sowan ke putra beliau ra Gozi. Karena acara pembukaan ujian lisan sudah mulai, sehingga saya tidak bisa menemuinya dan hanya bisa dimui oleh ra Farouk menantu beliau yang juga kawan saya waktu di Mesir.
Kira-kira lima belas menit saya ngobrol sama beliau cerita nostalgia semasa di Cairo. Kemudian kami berpamitan dan langsung menuju Karawang Jawa Barat ke kediaman Gos Hasan. Sebelum sampai di sana, kami menemui sebuah pameran besar di kota Rembang. Dan mencoba untuk melihat apa saja yang dipamerkan, Ternyata adalah pemaran elektronik. Sebuah pameran yang memajangkan aneka gadget dengan harga miring. Dan harganya memang lebih murah dari harga di toko lainnya. Harga miring ini membuat saya berkeinginan membeli salahsatunya, termasuk saudara saya yang pada akhirnya membeli handphone blackberry.
istriku bersama gos hasan |
Sakeng lamanya di pameran tersebut, membuat saudara kami yang di Karawang Gos Hasan menunggu lama. prediksi sampai hari Senin malam, molor hingga Selasa sore. Perjalanan kemarin memang benar-benar jalan-jalan. Padahal niat awalnya adalah silaturrahmi ke Karawang saja. Realitanya arahnya malah bercabang-cabang dari Madura hingga shopping di Rembang.
Selasa sore kami sampai di Karawang. Di sini gos Hasan berjuang bersama masyarakat dan santrinya. Suasananya sunyi, apalagi dekat dekat dengan persawahan membuat hidup semakin damai. Kesunyian ini bukan karena santrinya sedikit. Bahkan jika dibandingkan dengan pesantren pusatnya, disini lebih banyak. Kesunyian ini disebabkan santri pada libur semua, hanya segelintir pengurus dan kelas akhir yang tidak berlibur.
gedung assidiqiyah 3 |
Pengembangan pesantren Assidiqiyah 3 ini telah mengalami bongkar pasang pimpinan. Faktornya karena pondok Assidiqiyah 3 sebelum ditangani gos Hasan mengalami penyusutan terus menerus. Ide pengembangannyapun waktu itu katanya juga sempat mendatangkan pengajar dari Gontor. Namun tetap saja tidak mengalami perkembangan signifikan malah terus-menerus menurun.
Akhirnya sepulangnya gos Hasan belajar di Makkah, dan sekaligus menjadi menantu pimpinan Assidiqiyah pusat, pesantren ini dikendalikan menantunya hingga mengalami perkembangan luar biasa. Bahkan saat ini menjadi pesantren Assidiqiyah cabang terbesar nomer dua setelah di Ceper.
Pendidikan formalnya juga mulai bertambah banyak, ada MI, MTs, Aliyah, SMK dan perguruan tinggin. Tentu saja ini tak terlepas dari racikan gos Hasan sebagai nahkoda pesantren tersebut. Perkembangan pesantren ternyata juga diikuti oleh perkembangan gos Hasan sendiri. Di usinya yang masih terbilang muda, beliau sudah dipercaya menjadi rois syuriah nu Karawang. Ceramahnya pun juga sudah berkelana kemana-mana. Orang bilang bahwa diusia muda beliau sudah sukses jabatan maupun finansial.
Selama di Karawang kami diajak jalan-jalan sesekali juga mengikuti pengajian beliau. Kami juga dikenalkan dengan gedung-gedung baru lokasi perguruan tingginya. Sungguh luar biasa perkembangannya.
Selama satu minggu kami disana, sebelum pulang ke Banyuwangi kami diajak ke Jakarta ke kediaman Yai Nur, pimpinan Assidiqiyah pusat dan menginap satu hari lalu jalan-jalan ke TMII setelah itu meneruskan perjalanan pulang menuju Banyuwangi yang dalam perjalanan pulangnya juga mampir ke Sunan Kudus dan makam Mbah Yai Hamid Pasuruan