Hari kemarin kami bersama santriwan/wati mengadakan ziarah ke maqam ulama di Banyuwangi. Acara ini adalah progam pondok yang sudah diagendakan oleh pengurus beberapa waktu silam. Alhamdulillah berjalan lancar dan penuh kebersamaan.
Sebenarnya hari kemarin (ahad) banyak agenda kegiatan kemasyarakatan yang musti kami ikuti. dari MMTK hingga kegiatan berzanji yang diadakan di samping kediaman kami. Demikian juga bersamaan dengan pengajian Ahad Wage. Pun dengan bersamaan kelas akhir yang sekarang sedang ziarah ke maqam Wali Songo.
Dimulai dari ziarah ke pendiri pesantren kemudian kami melanjutkan ke maqam Mbah Wali Hasan Sumber Kepuh. Di maqam Mbah Wali Hasan nampak ada kegiatan rehab yang dilakukan oleh penduduk sekitar. Di sana kami bertemua dengan guru saya dulu yang pernah mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Bapak Suwardi.
Sejak meninggalkan ranah desa untuk mengembara, baru kali ini saya ketemu dengan beliau. Wajahnya sudah berbeda dengan dulu. nyaris sebagian wajahnya sudah berkeriput. Padahal dulu waktu masih mengenyam pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah ketemu saja takut, apalagi ngobrol. memang beliau terkenal di mata siswa galak. Maklum barangkali beliau juga mengadaptasikan dengan bidang studi yang beliau pegang yaitu Matematika.
Dulu masih mengajar Matematika beliau suka mencubit, menggeblek dsb. Matanya saja mengerikan orang memandangnya. sangat sangar dan menakutkan. Tapi itu 18 tahun silam. Sekarang saya melihat beliau, sangat grapyak, bahkan sebelum kami meninggalkan maqam Mbah Wali Hasan, beliau menghampiri dan bernostalgia masa lalu. Sebagai guru waktu duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah, beliau juga memberikan masukan, nasihat berharga buat saya. Beliau berpesan menjadi pemimpin yang terpenting kuncinya sabar. Apapun badai akan menerpa tetap bersabar. Mungkin beliau tahu situasi di lembaga kami, termasuk posisi kami yang masih muda sebagai penerus perjuangan orang tua kami.
Perjalanan kami lanjutkan ke Sumber Beras dan Wringin Putih. Ke maqam Mbah Yai Mannan dan Mbah Yai Iskandar. Lalu ke maqam Den Daris Tapanrejo. Den Daris konon dulu pernah memprediksikan bahwa pesantren Blogkakung kelak akan menjadi pesantren terbesar di Banyuwangi. Ucapan beliau terbukti, kini pesantren itu besar dengan ribuan santrinya.
Setiba di komplek area maqam Den Daris, nampak beberapa panggung dan dekorasi masih belum di bongkar. Ternyata kemarin malam di komplek maqam ada pengajian dalam rangka haul Den Daris. Kedigdayaan Den Daris saat ini dimanfaatkan banyak orang ngaku-ngaku sebagai cucu beliau. Entah apa motifnya, nama kebesaran dan kewalihan beliau diperjual oleh orang-orang tertentu. Saya sudah tiga kali didatangi orang yang mengaku sebagai cucu Den Daris.
Awalnya tamu-tamu itu berlagak seperti wali lalu tanpa ditanya sudah ngaku-ngaku sebagai cucu Den Daris. Tapi sudah saya tebak, orang-orang seperti ini minta uang. Ternyata benar mereka menawarkan minyak wangi lalu minta imbalan seikhlasnya. Bukannya malah terima kasih, kadang malah ada yang menarget nominal uang yang diminta.
Selepas dari Den Daris, perjalanan kami lanjutkan ke maqam Mbah Yai Abdul Madjid Krasak Genteng. lalu ke maqam Mbah Yai Nuruddin desa Tegalsari. Di sini kami istirahat sejenak untuk melaksanakan sholat dhuhur di kediaman bu nyai Nuruddin. lalu menikmati hidangan makan siang dikediaman beliau.
Hampir dua jam lebih kami beristirahat di Tegalsari. Selepas makan kami melanjutkan ke maqam Mbah Wali Datok di kota Banyuwangi. sekitar pukul tiga lebih kami tiba di maqam beliau. Kemudian tahlil bersama lalu sholat ashar dan istirahat sejenak. Sebab tujuan utama ziarah sudah selesai. Tinggal refreising saja.
Kemana tempat pas untuk merefresh otak? Awalnya kami berencana ke Watu Dodol. Daerah Utara perbatasan Banyawangi yang kini tak seindah dulu. Banyak pinggir-pinggir pantai yang sudah tergerus oleh laut. Akhirnya Watu Dodol kini tak memiliki pantai yang estotik lagi.
Melihat kondisi seperti itu akhirnya kami memutuskan untuk berwisata di pantai BOMM, yang kata orang akan dijadikan miniatur Sanur Balinya Banyuwangi. Ternyata memang benar, tempat ini sekarang ramai sekali. Bahkan semakin larut suasananya makin ramai. Kami tiba di sini satu jam sebelum magrib, meski mulai sayup dan gelap, pengunjung masih membludak bahkan banyak berdatangan.
Memang kata orang tempat ini terkenal daerah muda-mudi melakukan mesum. Kata kawan kami, kalau datangnya semakin larut atau malam perlu diwaspadai. Saya sendiri dua tahun silam pernah ke tempat ini pas menjelang pergantian tahun baru masehi. selepas menyaksikan festival kembang api di kota Banyuwangi di tahun baru, kami waktu itu menuju ke pantai BOMM. di pinggir pantai sambil ngopi kami menyangsikan sendiri bagaimana mondar-mandinya gadis-gadis dengan pasanganya.
Maklum mungkin juga karena tahun baru. Tapi yang jelas malam jelang pagi itu kami mendapati beberapa kondom berserakan dimana-mana. Akhirnya tempat ini sekarang tak lagi menjadi tempat wisata, namun juga sebagai tempat untuk berbuat asusila.
Dan Terakhir sebelum balik kandang, kami shoping bersama santri-santri ke Roxy hingga pukul sembilan. Semoga perjalanan ziarah ini penuh barokah dan manfaat. Amien