Apa yang bikin nyali kamu, kita, mereka inginkan dari keberadaan di puncak? Menapak tilas peninggalan nabi Musa? Atau ingin melihat pemandangan indah dari Sunrise? Sulit diterka. Seorang kawan bercerita sambil terbata-bata. “Gunung Tursina merupakan tempat dimana nabi Musa bertatap muka dengan Tuhannya, namun kebanyakan orang –seolah- memiliki tujuan lain, berekreasi serta menikmati indahnya Sunrise”
“Kok bisa keh?” Sahut saya. “Tuh lihat reaksi dari turis-turis dan turost tuh, mereka –kebanyakan- kebelet mengejar terbitnya Sunrise, jadi nampak bukan karena sejarahnya”. Timpalnya
Dari jawaban Keh itu, menimbulkan sebuah ilustrasi bagi diri saya. “Benarkan puncak ini, tempat yang kita duduki, di sini nabi Musa menerima wahyu?” Pertanyaan sangat ironi bagi saya. Tapi setidaknya ini sebagai bahan uji nyali atas sikap kepercayaan orang selama ini bahwa di situlah nabi Musa benar-benar menerima wahyu. Sedangkan sejarah hanya melukiskan bertempat di bukit Tursina, sebagaimana dijelaskan oleh Alqur’an. Sementara di Sinai sendiri punya banyak gunung berdampingan satu sama lain. Lantas?
Imam Zarkasy hanya mengumbar senyum. Di saat sedang asyiknya mengambil gambar dari tubuh dempal Yasin, Azhar dan Ulfa. Sejurus kemudian dia sedikit serius. Sembari membenarkan duduknya di atas bebatuan, dia melanjutkan apa yang sudah saya tanyakan. ” Iya-ya ujung-ujungnya nanti sebagai Iktibar saja” Katanya singkat
Begitulah Islam, mengimbangi kebingungan umatnya dengan bahan Iktibar. Sebuah solusi tepat untuk menghindari kerancuan keyakinan. Karena kita yakin bahwa sejarah tidak semuanya salah, dan sebaliknya kebenaran sejarah tidak terlepas dari rekaan manusia. Jadi ada titik balik dari kebenaran itu. Bukankah Alqur’an sendiri sudah menjelaskan kasus ini (iktibar)?
Dari puncak ketinggian ribuan kaki itu, saya, Encien, Imam Z, Azhar A, Ulfa, di pagi yang dingin. Mempersiapkan diri lokasi pas untuk memotret matahari terbit. Tentunya dengan mengawali sholat Shubuh berjamaah dulu sebelum beraktifitas yang lain
Setengah jam berikutnya tibalah saatnya yang dinanti-nanti. Sebuah matahari muncul dari ujung. Ratusan orang berteriak-teriak antara gupuh dan senang. Dari turis hingga turost tak luput dari reaksi seperti itu. “Ke puncak ya hanya ingin lihat itu, habis itu turun, pulang” Timpal Keh Anu
Tak semuanya begitu. Kelompok agama Kristen taat misalnya, habis nonton Sunrise, mereka berdoa di tempat gereja, yang konon mereka akui sebagai tempat bermula Kristen berpijak disini. Gereja yang berdampingan dengan masjid itu konon kadang digunakan orang-orang Kristen untuk mengadakan ritual keagamaan
oke terima kasih yah
masih setia bolak balik dan baca2 halaman berikutnya. Salam kenal kembali…