Tahun lalu tetangga saya mungkin orang yang beruntung diantara yang belum. Dari sekian ribu orang yang sedang ngantre nunggu berangkat haji, tetangga saya itu baru daftar langsung sudah dapat panggilan berangkat. Beliau sendiri sedikit putus asa awalnya untuk mendaftar mendengar bahwa antrian haji sudah ngantri puluhan tahun. Sementara usianya hampir mendekati 70, mana mungkin bisa berangkat jika harus menunggu 17 tahun.
Tapi nasib berkata lain. Beliau harus berangkat tahun itu juga, padahal waktu pendaftaran deng an informasi berangkat hanya berjarak bulanan. Pembayaran haji mau tidak mau harus segera dilunasi sebelum kesempatan itu kabur begitu saja. Waktu tinggal beberapa bulan lagi sementara beliau sendiri mendaftar lewat jalur dana talangan bank. Berbagai usaha dilakukan untuk bisa melunasi dana haji yang waktu itu sekiat 40 an juta.
Dari upaya menjual sawahnya hingga menjual sapi yang kebetulan harga sapi waktu itu turun drastis. Mengandalkan sapi saja tidak cukup untuk biaya haji, sementara sawahnya juga belum laku-laku. Tapi Tuhan punya cara tersendiri kepada siapa saja yang dikendaki. Pak kakek itu tetap bisa haji walaupun biayanya dipinjami.
Dari persoalan ini kita bisa bayangkan bahwa sebenarnya orang tidak perlu risau untuk daftar haji karena faktor biaya maupun usia. Kalau Tuhan menghendaki dan meridhoi pasti siapa saja si miskin si tua renta bisa berangkat. Sebab kadangkala kita terlalu melampaui kehendak Tuhan. Sebenarnya simpel, yang terpenting sudah ada niat lalu usaha. Perkara kapan berangkat, biaya dari mana, Tuhan sudah punya cerita.
Saya sendiri juga sering berhadapan dengan orang yang putus asa. Tetangga sebelah saya juga demikian, sudah putus asa dan tak mau berusaha. Dia mengkalkulasikan haji dengan hitungan “porogapit” tidak menggunakan prediksi Tuhan yang penuh kejutan. Dia mengira mana mungkin bisa haji kalau sekarang daftar harus menunggu 20 tahun? “Usia saya sudah kepala lima, jika suruh nunggu 20 tahun lagi sudah tua renta atau malah sudah almarhum” Katanya dengan nada nelongso. “Saya mau umroh saja” menambahi percakapannya yang terkesan pasrah.
Padahal tahun lalu kita masih diberi kemudahan untuk menggunakan dana talangan yang dipinjemin sementara oleh bank. Bahkan jika tidak mampu melunasi satu tahun bisa diperpanjang lagi pada tahun berikutnya.
Dan waktu minggu lalu saya beserta pengurus haji ke salahsatu bank syariah penyedia jasa talangan haji bahwa tahun sekarang sudah tidak ada lagi dana talangan apalagi perpanjangan. Departemen agama sudah mengintruksikan untuk ditutup dana talangan. Hal ini melihat jumlah antrian calon haji sangat banyak hingga menunggu puluhan tahun. Informasi ini juga diperkuat oleh statemen kasi haji kabupaten bahwa dana talangan maupun perpanjangan di tiadakan.
Senior saya di kepengurusan haji waktu itu tercengang mendengar informasi dari kasi haji. Saya yang duduk di sebelahnya lalu bertanya “bagaimana dengan yang sudah haji? Apa juga semakin dikebiri?” Sambil berdiskusi nyantai di ruang kantornya beliau menjawab bahwa bagi yang sudah haji tidak bisa lagi atau ada kesempatan tapi derajat kesempatan ya di bawah calon cadanga haji. Jadi misal yang diprioritaskan yang belum haji, lalu ada beberapa cadangan dan di bawah cadangan inilah posisi kesempatan dari orang yang sudah haji.
Kebijakan ini tentu ada yang diuntungkan dan ada pula dirugikan. Bagi mereka yang sudah punya cukup bekal dan biaya berarti dengan adanya penghapusan dana talangan membuka kran dan kesempatan untuk tidak menunggu lama. Pada satu sisi juga menutup nyali orang yang hanya punya dana pas-pasan untuk daftar haji karena tidak ada lagi talangan. Dan yang terakhir bank-bank yang di bawah komando syariah akan sepi pasien talangan haji karena banyak kehilangan nasabah dari calon haji.