Selamat Tinggal Ayahku

lima bulan lebih saya punya kesempatan lebih dekat  bersama ayah di rumah. Karena saya sendiri baru tiba di tanah kelahiran setelah melalang buana selama hampir 12 tahun. Meski pertemuan kali ini berbeda dengan pertemuan 7 tahun silam yang masih sehat, idialisme tinggi dan bisa beraktifitas, kali ini tidak; fisik ayah saya sudah tidak sempurna lagi, baik jalannya karena kaki kanan baru sembuh dari luka maupun ganggauan penglihatan yang semuanya  akibat penyakit kencing manis yang sudah diderita sejak tahun 90-an.

Awal saya datang ke tanah keliharan di Persen, 1 November 2010, kaki ayah saya masih di balut karena luka di kaki beliau masih belum sembuh totol. Namun ini barangkali juga sebuah anugrah Tuhan, karena banyak orang memprediksikan kalau kaki ayah saya bakalan di amputasi mengingat bulan-bulan sebelumnya kaki ayah sudah bolong (lubang) tembus dan sangat bau. Solusinya bagi orang awam mungkin akan segera diamputasi.

prosesi pemakan ayah di depan masjid
prosesi pemakan ayah di depan masjid

Namun ayah tidak menyerah. Saat saya masih di Kairo, bulan Juni-Juli 2010 dimana menurut kabar keluarga inilah sebetulanya penyakit paling parah yang di derita ayah selama dasawarsa terakhir. Kondisi ayah saya waktu itu sudah drop, akibat kakinya sudah membusuk dan lubang. Saya sendiri saat itu masih mengurus ijazah Al-Azhar yang juga membutuhkan waktu tak sedikit dan tak tahu (sengaja tidak dikabari dari pihak keluarga) apa yang sebenarnya terjadi di rumah atas kondisi ayah.

Sebagai anak, yang punya ikatan batin sangat kuat, naluri saya waktu itu ingin segera pulang dan pulang plus beberapa kabar pasar lewat messenger dari kawan-kawan bahwa ayah saya sedang sakit (tanpa merinci tingkat keparahan) . Dan ternyata naluri saya itu baru terkuat setelah datang dari Kairo kalau bulan-bulan itu ayah saya dalam keadaan kritis dan harus di rawat inap di RS spesialis kencing manis di Jember nyaris hampir 2 bulan. Sebuah kondisi yang membutuhkan kesabaran baik bagi ayah sendiri maupun keluarga.

takziah bupati banyuwangi abd azwar anas di rumah. dari kiri; pak lek sayuti, pak anas, saya, mas judin, mas hakim
takziah bupati banyuwangi abd azwar anas di rumah. dari kiri; pak lek sayuti, pak anas, saya, mas judin, mas hakim

Sebab barangkali kali ayah tak mau meninggal sebelum di lihat saya. Padahal, rumah sakit spesialis di Jember itu biayanya tak sedikit yang menurut kabar alat Ozon yang berfungsi sebagai penyegar tubuh dan obat luka kencing manis itu hanya berada di Jember dan Jakarta. Namun alhamdulillah usaha ayah di rumah sakit itu tak sia-sia. Luka kencing manis yang tadinya banyak kalangan keluarga bakal di amputasi, lambat-laun mongering dan akhirnya sembuh totol.

Ditambah oleh kedatangan saya dari Kairo, barangkali juga menjadi obat tersendiri yang pada akhirnya sejak keberadaan saya di rumah sudah bisa jalan-jalan tanpa di papah dan mampu mengendarai sepeda motor sendiri walau hanya sekedar ngontrol kegiatan madrasah saja.

Saya bersykur, ayah sudah sembuh, akan tetapi takdir memang tak bisa ditebak, semuanya serba misteri. Kapan manusia meninggalkan alam semesta, meninggalkan sanak keluarga, meninggalkan kita semua. Hanya Tuhan yang maha tahu atas segelanya. Di tengah kondisinya yang sudah mulai fit dan prima ternyata takdir berkata lain, ayah harus meninggalkan kehidupan sesaat ini menuju alam baka.

pak anas di hari ke-3 tahlilan di masjid

Jum’at malam tanggal 8 April 2011 jam 9 malam sebelum tidur, ayah hendak pipis, setelah hendak mau keluar itulah lalu ayah saya terpeleset. saya yang berada di kamar sebelah hanya mendengar suara benturan. Saya tak tahu kalau ayah sedang terjatuh di kamar mandi dan baru mengetahuinya setelah ayah muntah-muntah yang disertai keringat dingin. Astoqfirullah aladziem ayah sedang terjatuh. Karena tubuh ayah besar sementara ibu sedang lari membuatkan air gula (karena kondisi gulanya juga drop)  saya tak mampu menarik ayah keluar dari pintu kamar mandi. Beliau hanya bilang kalau perutnya sakit. Lalu saya lari keluar rumah mencari bantuan kawan-kawan. Dan kembali lagi membantu ayah yang sudah lemas dan bilang lagi kalau kepalanya sakit.

Dengan segera kami membawa beliau ke rumah sakit terdekat yang berada di Damlimo. Sesampai disana, dokter memberikan alat bantuan pernapasan. Dan setelah dilakukan pemeriksaan dokter bilang kalau terjadi pendarahan otak. Setelah beberapa menit kemudian detak jantung dan pernapasan beliau berhenti dan pada akhirnya ternyata beliau telah berpulang ke haribaannya. Innalillahi wainna ilahi rojiunn.

Banyak sahabat dan kerabat kaget dan tak percaya bahwa ayah meninggal. Karena memang beliau magrib masih mengimami sholat di masjid dan setelah isya’ masih menandatangani proposal dari pak Supriyanto. Namun Tuhanlah penentu segalanya.

Selamat tinggal ayahku. Maafkan anakmu ini yang masih bodoh dan selalu menyusahkanmu. Allhumma firlahu warhammhu waafihi wa’fuanhu. Allhumma latahrimna ajrohu wala taftina ba;dahu wagfirlana walahu.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top