Sate dan Gule
Tradisi saya dan kelaurga yang tidak terlewatkan setelah lebaran adalah main kerumahnya kang Huri di Sumber Jeruk. Seorang juragan jagal kambing, penyuplai pesanan sate dan gule yang ia olah sendiri mulai dari proses penyembelihan kambingnya dan memasaknya. 
 
Usahanya sudah berjalan tahunan. Dirintis dari nol koma, kini usahanya tumbuh dengan baik. Setiap hari ada saja orang pesan sate, gule sesuai dengan permintaan kambing yang dia pesan. Kalau acara besar berarti kambing yang ia akan sembelih harus gede atau lebih dari satu. Ada pula orang pesan sate dan gule hanya untuk mayoran atau makan bersama.

 

Dari tlaten dan tatacara penyembelihan yang tidak amis, dia kini kian tersohor, pesanannya dari mana-mana. Beraktifitas mulai dini hari hingga siang bahkan ketemu malam lagi kalau orderan membludak seperti jelang idul fitri kemarin itu. Minimal sehari menyembelih kambing empat hingga enam.
 
Dan keluarga kami pun kalau bertandang ke rumahnya pasti disembelihkan kambing lalu dibakar bareng dan dimakan bersama disitu. Anak-anak saya juga senang, karena disamping rumahnya ada sungai jernih yang dangkal cocok buat anak-anak mandi dan bermain. 
 
Olehnya sate dan gule seakan menjadi menu wajib hidangan bagi keluarga kami lebaran kemarin. Masakannya enak, seperti pada umumnya masakan restoranlah. Sate dan gule masakan pemberi bagi orang yang darah tinggi. 

Keluarga saya biasanya silaturahmi ke situ pada minggu pertama hari raya, kemarin agak mundur dari tahun-tahun lalu. Kendala pertama, kesibukan masing-masing diantara keluarga kami, mencocokan jadwal bersama sulitnya luar biasa. Satu bisa yang lain terkendala janjian maupun agenda lainnya, sehingga sulit mengatur kebersamaan dan akhirnya molor berminggu-minggu. Untung liburan sedikit membuka ruang bernafas lega untuk mensiasati kembali jadwal yang sudah ditunggu oleh Kang Huri selaku tuan rumah. Berapa kali dia menanyakan kapan  kesediaannya hadir ke rumahnya.

Kedua, biasanya pada hari ke empat idul fitri seluruh keluarga  bani Khozin menyempatkan diri silaturahmi ke mbah Siti. Embah Siti ini adalah orang yang dulu ngemong putra putrinya mbah sewaktu pertama kali berjuang di Banyuwangi. Sesuai amanat agar selalu menjaga silaturahmi dengan beliau. Dan tahun ini beliau sudah meninggal dunia di usia yang sepuh sekali, perkiraan meninggalnya pada usia seratus sepuluh ke atas. Karena sudah meninggal silaturim ke rumahnya kang Huri juga kena dampaknya terolor-olor dengan kesibukan masing-masing. Lalu apa hubunganya? Iya biasanya sekali jalan pastinya jujukan selanjutnya ke rumah kang Huri yang notabene bukan siapa-siapa atau bukan keluarga kami, tapi dianggap bagian keluarga kami karena kang Huri ini dulu waktu nyantri di sini ikut ngabdi ndalem bersama adik-adiknya sambung menyambung, sehingga keakraban itu terjaga sampai saat ini.

 
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top