“Kapan kamu kenal dengan istrimu?” Dengan cengingisan Mad Plengen menjawab dengan sikap lugu “Satu tahun ini mas”. lalu saya tertarik lagi untuk bertanya karena se tahu saya laki-laki ini sudah beberapa tahun belakangan merantau ke Kalimantan, kok tiba-tiba sudah melangsungkan pernikahan. “Lewat apa kamu berkomunikasi dengan istrimu ini?” Saya sudah bisa menebak kalau jawabannya nanti pasti komunikasi lewat handphone, anak zaman now gak bakalan terlepas dari hp.
Ya Mad Plengen adalah sekian anak muda yang bisa dibilang berani melangkah lebih maju untuk berumah tangga diusia sangat muda untuk ukuran zaman now ini. Saya tak akan berandai-andai masalah apa dan mengapa melangsungkan pernikahan di usia muda dan begitu cepat sekali, atau seperti yang sering kita dengarkan bahwa kalau tidak kena korban ya jadi korban. Mengambil istilahnya generai old sudah hamil duluan. Dan missal kalau sudah terjadi seperti ini biasanya isunya boming. Dan saya kira si Mad Plengen jauh dari isu itu sehingga saya sedikit mengambil kesimpulan awal kalau dia terlepas dari hal-hal seperti itu.
Alhasil mereka melangsungkan pernikahan di usia yang terbilang muda. Namun begitan dewasa dalam bertutur kata. Untung saja Mad Plengen menikah bukan karena desakan orang tua atau alam, tapi karena keinginan kuat untuk segera mencicipi apa yang dinamakan nikmah dunia itu. Memang kadatang desakan orang tua salah satu penyebab sebuah pernikahan itu tidak langgeng walaupun tak sedikit yang justru menjadi langkah awal untuk menatap masa depan lebih baik karena ada kecocokan di masa merajut hidup.
Kecocokan itu saya nilai karena terdesak oleh keinginan untuk saling memahami, mengasihi dan menyayangi. Bahkan konon orang zaman dulu lebih banyak dipengaruhi oleh factor orang tua ketimbang pilihan diri sendiri. Tapi nyatanya banyak melahirkan generasi lebih baik dari zaman now. Dan semuanya kembali kepada masing-masing kalau kita bicara masalah kelanggengan ataupun bisa mencetak generasi berwibawa dan bermartabat alias unggul dan baik.
Nah Mad Plengen saya sirat dalam gasturnya memiliki ambisi untuk bisa merajut kehidupan yang lebih baik diatara hidupnya yang kurang baik. Semangat itu pula yang menampung Mad Plengen berkeinginan untuk segera menikah walau diusi terbilang sangat muda. Dari obrolang mendesak yang saya lakukan malam itu memang selama ini usaha hasil dari kerja keringatnya sendiri yang direwangi bekerja merantau ke daerah lain hanya mampu sebatas mencukupi dirinya sendiri, bahkan menurutnya bekerja hasilnya untuk senang-senang. Yang lebih menggelitik lagi katanya menjelang pernikahannya hasil dari kerja waktu itu hanya bisa tersalurkan untuk bisa ongkos balik sisanya beli hp yang harganya tak lebih dari satu jutaan. Tragis bukan.
Barangkali itu salahsatu dari misi Mad Plengen untuk segera menikah. Selain memang karena sifat manusiawi yang selalu dhinggapi oleh hawa nafsu yang kadang muncul tenggelam