Keindahan Itu Kembali Hadir

Mimpi-mimpi indah itu tetap terngiang dalam ingatanku, acapkali aku teringat akan dinamika di  pesantrenku yang telah mendewasakan perilaku, Aku sadar pondoklah jasa tertinggi dalam  mencairkan pikiran hidup. AKu bisa bermain dengan kegiatan, dengan teman-teman dan dengan  anggota-anggota adalah hidup semasa di pondok. Aku mulai tahu jika apa yang telah ditawarkan  oleh pondok itu merupakan kunci-kunci dasar dalam meraih kebahagiaan hidup.Namun yang aku  sesali, banyak kegiatan-kegiatan itu hanya aku jadikan sebagai formalitas belaka? Terkadang  ketidak ekhalasan terbesit dalam hati.

Dua hari ini aku selalu dirundung perasaan-perasaan akan suasana di pesantren yang penuh dengn  dinamika. Aku mulai merasakan denyut jiwa tentang kehidupan. Sudah berhari-hari selama aku  berada di Asyier Bawwabah tiga aku belum menemukan bentuk ideal dan kebiasaanku, tradisiku  membaca, merenung tertutup gumpalan salju dan hiruk-pikuk manusia yang sibuk dengan urusan  dunia. Kehidupanku saat itu layaknya sebuah permainan dan lelucon dalam lawak Kirun. Kesenangan  adalah ilmu di Asyier, pemborosan dan bersenda gurau istefet yang selalu menjadi trade mark di  sana.

Hampir kreativitasku mati, jiwaku rusak, ilmuku menipis. Karena saat itu hidupku mambang.Yang  ada dalam pikiranku adalah antara harapan dan kenyataan, mengharap segera dapat rumah, namun  kenyataannya takdir berkata lain, Tuhan ternyata memberikan cobaan, aku disuruh bersabar untuk  sementara waktu, padahal suhu saat itu seperti salju, orang-orang rumah tidak ramah, seakan-akan  orang yang ngungsi itu adalah musuh se hidup se mati,teman  hanya dijadikan sebagai kenangan.  Aku hanya berkata dalam hati naluri, “mungkin kami tak tahu diri”, pulang pergi tanpa balas  budi, dan seabrek emosi terpendam dalam jiwa, “apakah mereka menganggap kami sebagai orang  nakal, orang-orang kerdil dalam berperilaku dan berkata-kata?

Pernah aku mencium hati nurani temanku ‘Dobol’, saat pertama kali menginjakkan kaki kerumah yang  tak ramah. Dia merenung bagaikan orang bingung, menangisi tratapan hati terhadap kawan yang se-  alumni, sindiran yang keblabasan selalu menjadi makanan, meskipun selalu disertai cerita-cerita  lucu sebagai imajenasi untuk mengabarkan jika itu hanya permaianan saja.

Ya sudah yang lalu biarlah berlalu, buat apa aku harus memikirkan perkara yang tak bahagia,  masih banyak tugas-tugas yang menumpuk di keningku, buku-buku telah menungguku untuk dibaca.  Serta SMS dari Mr Fathurrozi NK di jakarta memberikan sinyalemen “Umat Menunggumu..!”, ini  sekaligus sebagai motivasi dan tantangan jangan sampai dibiarkan.

Namun kenangan indah bersama kawan-kawan di pondok selalu merasuk dalam jiwaku, lagu-lagu klasik  semacam Ebit D Age dan Krisye telah membawaku kembali berada bersama teman-teman di pesantren.  Terutama jika lagu itu pernah aku dengarkan di pondok. Karena lagu-lagu klasik merupakan lagu  kesayanganku, kendati teman-temanku di pondok banyak yang mengejek dengan mengatakan lagunya  kakek-kakek. Aku masih teringat saat komputerku berada di kamarnya para guru Al-Jufri, bersama  teman sejawat dan sekreativitas Ahmadi, Cahya, Murtadho, Dhofir, Fajar, baihaqi. Pasti akan  teringat dalam lamunanku apabila sudah tiba lagu Ebit D Age tentang Cinta itu.

Karena teman-teman itu merupakan orang-orang yang pernah membuat kreativitas di kamar guru  Al-Jufri dengan mendirikan radio-radioan TaQita, hasil penamaan Ahmadi, yang menggunakan musik  dari komputerku. Masya Allah begitu indahnya saat itu, dengan semangatnya teman-teman meminjam  peralatan semacam Soud, Mic dan lain-lain harus dengan perjuangan luar biasa

Makan Mie Pak Sahe setiap malam adalah hasil uang dari atensi anak-anak Al-Jufri yang setiap  hari dapat ribuan. Makan bersama-sama, ngrokok bersama, Masya Allah sangat membekas dalam  kehidupan di Mesir. Aku teringat rihlah ke pantai malam bersama teman-teman guru di Kamar  Al-Jufri, yang menyisakan kenangan pahit bagi Cahya, karena harus pulang dengan celana sobek  setelah memanjat pohon kelapa hasil dari pengambilan tanpa ridho ilahi. Karena pertama kali aku  berkunjung ke pantai di malam hari. Bersantai ria di malam hari sambil mengayati ciptaan Tuhan,  serta hawanya dingin, iringan musik dari tabuh gendang Ahmadi, Ibnu dan penari telanjang si  Ahsin karena gelap, membuat laut tertawa.

Aku akui kisah manis selalu akan mengenang dalam bilik-bilik kehidupan sepanjang massa.

Yang kukenang Guru di Al-Jufri
Ahmadi, Murtadho, Cahya, RM. Kholil, Baihaqi, Fiyat, Fajar, Darmaji terimah kasih atas kearifan dan kekerabatannya.

Tajamuk 13/03/2005 M

01.35 WK
Agus Romli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top