Ke Dimyat (4 habis)

Malam itu hawa panas dan lokasi yang indah bikin orang gak bisa tidur nyenyak. Segelintiran kawan menikmati indahnya malam ditengah kawan lain sedang tidur pulas. Ada yang menyewa sepeda, roda pancal atau gitaran dan main kartu hingga fajar tiba. Seorang kawan bilang dia mentahbiskan malam bersama rokok dan main kartu bukan karena menikmati indahnya malam yang sebenar-benarnya, tapi karena tidak kebagian tempat tidur

Iya penyewaan tempat di kawasan Ra’su Barr dan sekitarnya memang terbilang mahal ketimbang daerah-daerah pariwisata lain semisal Matruh atau Suwes. Dengan anggaran pas-pasan, panitia tentunya harus memutar otak agar kenyamanan dan kebutuhan-kebutuhan lain seperti makan tetap jalan hingga pulang. Dan salah satunya adalah dengan menyewa tempat penginapan sedikit murah

menghibur diri saat ac bus sedang diperbaiki

Meski sebenarnya pihak panitia berusaha keras ingin mencarikan tempat yang jauh lebih bagus, strategis dan nyaman. Persoalanya hari itu adalah hari Kamis malam Jum’at, malam minggunya penduduk pribumi. Tempat-tempat strategis, bagus sudah dipesan, pun jika ada maka sang pemilik akan mamatok tarif mahal dari hari biasanya. Inilah barangkali yang menjadi masalah. Dengan iurang per orang 85 pound plus makan dan tempat tinggal, menurut saya sudah sangat wah untuk ukuran sekarang yang serba mahal

Menikmati Sunrise

main catur di emperan

Bung Kadar kegemarannya motrat-motret, dari kamera jelek hingga kamera bagus hasilnya tetap bagus. Dia tahu selera pemirsa. Tapi tak tahu bagaimana rasanya waktu pagi itu tubuh saya pegel-pegel ketika sedang jongok mengambil gambar bayangan tangan. Ada-ada saja Bung Kadar mengapresiasikan jiwa seninya dari yang patut menjadi patut atau sebaliknya. Semuanya terekam dalam gambaran yang indah

photo by: kadarisman salamin

Pagi itu hanya segelintiran orang saja yang menyapa heningnya tepi pantai Ra’su Barr. Hingar bingar malam yang penuh dengan ribuan orang seakan terhempaskan oleh sebuah ombak ganas. Saya, Fawaid, Bung Kadar, Encien Kasela dan Falah di pagi yang sudah tidak pagi lagi larut dalam kesenangan permainan photo (model). Dari satu sudut ke sudut lain menjadi ajang latihan dan unjuk gigi para fotografer handal itu. Tak kalah ganasnya adalah gaya arsotik Mbah Haidar sesepuh rombongan yang ikut dalam irama gaya pemotretan.

Nampak pula setelah kami berada lebih satu jam di lokasi pagi itu, segerombolan kaum hawa datang, tujuannya tak jauh berbeda dengan kami, ingin menjadi foto model dadakan. Ria, Ummah, Syifa’ dkk datang membawa suasana baru. Walau kedatangan mereka sebenarnya menganggu rencana pulang kami lebih cepat. Ternyata aura mereka sangat berpengaruh bagi kelangsungan –semangat- hidup seperti Falah dkk yang selalu ingin jadi jasa pemfotoan kaum hawa

photo by kadarisman salamin

Bur Said
Sediakan uang banyak jika anda tidak ingin menyesal kemudian hari. Setumpuk pakain sedang menanti anda, sedugang pedangan sedang mengobral pakain buatan Eropa atau Indonesia sendiri dengan harga super murah. Di Bur Said kita akan mendapatkan pakaian manapun termasuk Indonesia, tidak hanya itu seorang kawan rombongan saya juga menemukan rokok Indonesia dengan harga satu bungkus sebesar 3 pound, sangat jauh jika dibandingkan dengan harga rokok Indonesia di pusat kota sehara 12 pound

Bur said memang sebuah tempat strategis, dimana arus lalu lintas perdagangan dunia yang bebas cukai berada di sana. Dengan begitu barang-barang imporan di jual dengan harga sangat murah. Sayang pengamanan di sana jugag ketat, ini untuk menghindari adanya pembelian banyak yang dilakukan orang luar, kalau tidak begitu pastinya orang lain akan membali barang banyak dan dijual di luar dengan harga super mahal

3 thoughts on “Ke Dimyat (4 habis)

  1. Duh…Duh…Mas sory sy nggk bermaksud tangan Sampean jadi pegel, namanya juga poto model, meski dadakan ya lumayan pegel dikit lah ckakak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top