Suatu hari kemarin saya diminta persetujuan oleh tetangga yang kebetulan memiliki keyakinan tentang ibadah kepada Allah. Beliau adalah salahsatu pimpinan Jaulah di desa. Yang oleh kebanyakan orang faham jaulah kurang mendapatkan tempat di masyarakat.

Beliau minta izin supaya anak-anak yang kebetulan liburan masih tinggal di pondok untuk mengikuti kegiatan yang menurut bahasa mereka “diklat iman dan taqwa” selama tiga hari. Bagi saya pribadi gak jadi soal anak-anak ikut kegiatan tersebut selagi masih terbatas pengenalan tapi bukan pada subtansial ajaran mereka yang terkenal dengan khuruj untuk berdakwah.


Dapat satu hari suara desakan dari masyarakat maupun pengurus supaya anak-anak yang sedang mengikuti kegiatan tersebut untuk kembali ke pondok. Sebab dikuatirkan dalam jangka waktu tertentu bisa jadi mereka menjadi korban atas apa yang dinamakan dengan “cuci otak” yaitu berdakwah sambil khuruj.

Malam itu juga saya langsung minta nomer hp pak haji yang menjadi koordinator jaulah di desa dan mengharap supaya anak-anak yang ikut kegiatan terebut untuk kembali di pondok. Alasan yang saya gunakan bukan karena desakan masyarakat atau permintaan orang tua, tapi karena malam itu juga di pondok ada kegiatan khataman dalam rangka malam tahun baru yang diselenggarakan oleh remas dan takmir masjid.

Dari alasan itulah diharapkan hubungan saya dengan pak haji Mulyono yang saya anggap sebagai orang yang sangat dermawan kepada kemaslahatan umat maupun bantuan untuk keperluan pondok berjalan baik dan tidak terjadi ketersinggungan dengan beliau.

Bagi saya pribadi apa yang diajarkan oleh kelompok jaulah sebatas yang saya lihat sebenarnya gak ada persoalan yang rumit dengan idiologi Islam pada umumnya. Bahkan kalau saya nilai ajaran ibadah mereka jauh lebih berbobot, semisal mereka selalu menerapkan ibadah sholat berjamaah ( walaupun bukan wajib, seolah2 mereka harus shokat berjamaah). Kemudian dalam hal muamalah maan annas atau hubungan sesama manusia juga patut di respon dengan baik, tawadu’ ramah dan selalu berbicara masalah keagamaan ketimbang keduniaan.

Mungkin yang menakutkan bahkan dianggap masyarakat sebagai faham yang kurang realistis adalah adanya ajaran yang mewajibkan mereka berdakwah sambil khuruj ke tempat tertentu. Bahkan sepengetahuan saya mereka rela meninggalkan keluarga, istri , anak demi khuruj berhari hari untuk berdakwah. Metode dakwah ala khuruj ini tentu saja akan menghambat kewajiban suami memenuhi kebutuhan keluarga. Dan mungkin inilah mengapa kelompok jaulah kurang mendapatkan tempat di hari masyarakat.

Dan ajaran khuruj saya kira sudah mafhum dimana-mana bahwa mereka rela meninggalkan apapun demi dakwahnya. Seperti salahsatu tetangga saya yang lain yang sudah terdoktrin ajaran ini bertahun-tahun hingga saat ini orangnya belum memiliki keturunan salahsatu sebab (dan yang jelas sudah takdir allah) kerena sering ditinggal dakwah kemana-mana. Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari istrinya mencari sendiri.

Dari segi inilah yang menurut saya kurang pas untuk di jadikan sebagai faham ajaran jaulah. Masyarakatpun sangat antipati apabila kedatangan rombongan kafilah ini. Padahal niatnya baik, tujuannya baik, caranya sopan, santun. Tapi entah mengapa hingga sekarang masyarakat masih belum siap menerima mereka berdakwah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top