Bersama dengan Pak Durrahman Rochimi, Azhar Amrullah Hafidz, Cholid Hr dan saya sendiri kemarin Kamis, melakukan perjalanan spiritual ke berbagai tempat termasuk berziarah ke maqam ulama di Kairo. Acara perjalanan lintas tempat ini tak terpelas dari keberadaan Pak Durrahman yang akan balik hari Sabtu besok sekitar pukul tiga sore
Perjalanan spiritual kemarin tidak telalu banyak, ada sekitar lima atau enam lokasi bersejarah yang kami jarah bersama sejarah. Pak Dur sendiri selaku shohibul hajah sejak awal sudah memberikan pandangan bahwa yang terpenting dari itu adalah nilai historis, maksudnya daripada seribu kali keluar masuk lokasi tapi tak tercacatat oleh sejarah dokumentasi baik berupa audio visual maupun video hasilnya akan sia-sia dari mereka yang cuman satu kali datang namun dideteksi oleh sejarah dokumentasi?
Karena di zaman modernisasi seperti saat ini sebuah dongeng atau cerita rakyat begitu Seorharta melantunkan lagu lama itu, tidak lagi menjadi trenmark oleh manusia-manusia melenium. Keberadaan dunia audio atau video visual yang ditandai oleh maraknya radio dan televisi telah mengubah gaya hidup manusia dari mendongeng, membaca menjadi manusia mendengar (live) dan melihat
Itulah mengapa kemarin kita mampu mencetak ratusan dokumentasi dalam format gambar melebihi tempat yang dikunjungi. Dari berbagai macam posisi dan mode tersedia dalam kamera-kamera paparazzi itu, hingga tak terasa dua diantara kamera milik shohibul hajah hingga milik sang saiq handal Jih Cholid harus merelakan kameranya lebih awal tewas karena kehabisan oksigen –baterai- dipermulaan star lokasi kedua
Star menuju lokasi pukul sebelas siang dari Yusub Abbas atau dari Bu’ut – Damerdas-, tempat yang kami kunjungi pertama adalah benteng Shalahuddin Al-Ayyubi sebuah benteng pengamanan perang yang dibangung oleh ultan Nasir Salahuddin al-Ayubi tahun 1183 H yang berada di bersebelahan Bukit Muqattam dan berhampiran dengan Medan Saiyyidah Aisyah
Setelah berlama-lama di benteng Shalahuddin berceprat-cepret berbagai posisi dan bentuk, kemudian kami melanjutkan ke masjid Sulthan yang di daerah disitu juga terdapat masjid Rifa’i. Sebelum ke berkunjunh ke dua masjid ini sebenarnya di benteng Shalahuddin untuk mengetahui lebih dalam lagi harus rela merogeh uang sebesar 25 pound untuk mahasiswa, jadi kalau berempat sudah 100 pound. Karena terlalu besar akhirnya melanjutkan perjalanan ke masjid Sulthan dan masjid Rifai
Di dua masjid yang saling berdampingan ini juga memiliki sejarah. Masjid Sulthan yang dibangung oleh raja Hasan adalah sebuah masjid yang mengajarkan empat madhab. Sementara di masjid Rifai juga tak kalah mentereng. disini terdapat maqam raja Faruq (raja mesir) dan maqam Syah Reza Pahlevi penguasa Iran, yang ditolak oleh rakyat Iran untuk dimakamkan di Iran. Lalu oleh pemerintah Mesir diterima dan dimakamkan di dalam masjid itu.
Kemudian perjalanan dilanjutkan ke maqam Imam As-Syafi’I, sholat dhuhur berjamaah di masjid As-Safi’I dan ziarah ke maqam Imam As-Syafi’I seorang ulama besar, salahsatu dari madzhab empat. Setelah lama disini berpotret ria hingga diuji oleh seorang bekas jebolan alzhar pula kemudia melanjutkan ke maqam Syekh Ahmad bin Ato’illah As-skandary pengarang kitab Ahkamul Ahkam? Tak jauh dari situ juga terdapat tempat bertapanya si Sayyidah Nafisah
Sehabis sholat Asyar berjamaah di masjid situ, karena satu dan lain hal termasuk persiapan Pak Dur ke Indonesia, akhirnya rencana ke Amr Bin Ash dibatalkan dan terus kembali ke kandang