Jemaat Ahmadiyah adalah suatu gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. pada tahun 1889, atas perintah Allah Ta’ala. Ahmadiyah bukanlah suatu agama. Agamanya adalah ISLAM. Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Kalimah Syahadat “Laa ilaha Illallah, Muhammadur-rasulullah”. Dan bersaksi bahwasanya tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah rasul Allah, kitab suci Al-Quran sebagai Kitab Syariat terakhir yang paling sempurna, hingga kiamat. Sayyidina Muhammad Mustafa Rasulullah shallallahu alaihi wa’aalihi wassallam sebagai Khataman-nabiyyiyn yang merupakan penghulu dari sekalian nabi dan nabi yang paling mulia. Beliau adalah nabi pembawa syariat terakhir. Penutup pintu kenabian tasyri’i. Tidak ada lagi nabi pembawa syariat baru sesudah Rasulullah saw..
Nama Ahmadiyah berasal dari nama sifat Rasulullah saw. — Ahmad (yang terpuji). Yakni yang menggambarkan suatu keindahan/kelembutan. Zaman sekarang ini adalah zaman penyebar-luasan amanat yang diemban Rasulullah saw. dan merupakan zaman penyiaran sanjungan pujian terhadap Allah Ta’ala. Era penampakkan sifat Ahmadiyah Rasulullah saw.. (Da’watul Amir, M.Bashiruddin Mahmud Ahmad, edisi terj.Bhs.Indonesia, 1989,h.2)Serta memiliki tujuan Jemaat Ahmadiyah adalah Yuhyiddiyna wayuqiymus-syariah. Menghidupkan kembali agama Islam, dan menegakkan kembali Syariat Qur’aniah
Dalam arti yang lebih mendalam adalah untuk menghimbau ummat manusia kepada Allah Ta’ala dengan memperkenalkan mereka sosok sejati Rasulullah saw., dan menciptakan perdamaian serta persatuan antar berbagai kalangan manusia. Ahmadiyah berusaha menghapuskan segala kendala yang timbul karena perbedaan ras dan warna kulit sehingga umat manusia dapat bersatu dan mengupayakan perdamaian semesta
Mengenal Mirza Ghulan Ahmad
Hz.Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan kembar di Qadian pada tahun 1835. Saudara kembar beliau (perempuan) wafat beberapa hari setelah lahir. Semenjak kecil beliau tidak pernah belajar di sekolah/madrasah ataupun suatu institusi pendidikan formal. Pada usia sekitar 7 tahun (sekitar thn.1841) beliau dididik oleh seorang guru privat yang bernama Fazl Ilahi. Ia seorang penduduk Qadian dan penganut mazhab Hanafiah. Ia mengajarkan Al-Quran dan beberapa dasar buku pelajaran bahasa Farsi. Pada usia 10 tahun Hz.Mirza Ghulam Ahmad dididik oleh guru privat bernama Fazl Muhammad. Ia berasal dari Feroze-wala, Gujran-wala, dan dari kelompok Ahli-Hadis. Ia mengajarkan dasar-dasar tata-bahasa Arab. Dan pada usia 17 atau 18 tahun beliau dididik oleh seorang guru Shiah, bernama Gul Ali Shah. Guru ini mengajarkan lebih lanjut tata-bahasa Arab dan juga mantik/logika. Selain itu ayah beliau adalah seorang tabib yang mahir, maka beliau pun memperoleh pendidikan dalam bidang ilmu ketabiban ini. Dan beliau mempunyai kecenderungan banyak menelaah buku-buku. Terutama dari perpustakaan keluarga yang masih terpelihara sejak turun-temurun.
Hz.Mirza Ghulam Ahmad berasal dari suatu rumpun keluarga yang merupakan pendatang dari Samarqand, sebuah kota di Asia Tengah. Nenek-moyang beliau hijrah dari Samarqand menuju Punjab, India pada awal abad keenambelas, di masa kekuasaan Emperor Babar dari Dinasti Moghul. Mereka memohon untuk dapat berkhidmat kepada dinasti tsb. dan mendapat kepercayaan di kawasan Punjab. Beliau adalah keturunan dari Haji Barlas, yang merupakan paman Amir Timur. Timur berasal dari suku Barlas yang terkenal dan yang menguasai kawasan Kish selama 200 tahun. Kawasan ini pada zaman dahulu dikenal dengan nama Sogdiana, yangmana ibukotanya adalah Samarkand. Mereka adalah suku yang berakar dari Persia. Kata Samarkand itu sendiri berasal dari Bhs.Farsi. Barlas juga demikian, artinya: pemuda gagah berani dari kalangan terhormat. Mirza Hadi Beg memimpin hijrah dari Samarkand tsb. menuju Punjab, India, dengan membawa rombongan sekitar 200 orang. Mereka membangun sebuah perkampungan yang tidak begitu jauh dari sungai Bias, dan menamakannya Islampur. Emperor Babar memberikan kepada beliau kawasan yang mencakup ratusan perkampungan. Dan beliau ditunjuk sebagai Qazi disana. Sehingga kampung kediaman beliau itu dikenal dengan nama Islampur Qazi. Akhirnya nama ini tinggal Qazi dan lebih dikenal dengan sebutan Qadi yang kemudian menjadi Qadian
Ahmadiyah di Indonesia
Misi Jemaat Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Latar-belakangnya adalah sikap keingin-tahuan beberapa pemuda Indonesia yang berasal dari pesantren/madrasah Thawalib, Padang Panjang, Sumatra Barat. Thawalib yang beraliran modern, berbeda dengan institusi-institusi Islam ortodox pada masa itu. Misalnya, para santrinya tidak hanya mendalami Bhs.Arab maupun Arab Melayu tetapi juga sudah diperkenankan membaca tulisan Latin.
Beberapa santrinya membaca di dalam sebuah surat-kabar tentang orang Inggris yang masuk Islam di London melalui seorang da’i Islam berasal dari India, Khwaja Kamaluddin. Hal ini sangat menarik perhatian mereka. Dan inilah yang mendorong beberapa santri tsb. untuk mencari tokoh itu. Zaini Dahlan, Abu Bakar Ayyub, dan Ahmad Nuruddin adalah tiga orang santri Thawalib yang berangkat untuk tujuan tsb.. Mereka sampai di Lahore (masa itu masih India, kini masuk wilayah Pakistan) pada tahun 1923.
Dari Lahore mereka lebih dalam masuk ke Qadian dan berdialog dengan pimpinan Jemaat Ahmadiyah pada saat itu, Khalifatul Masih II ra.. Dan akhirnya mereka bai’at dan belajar di Qadian mendalami Ahmadiyah.Atas permohonan mereka kepada Khalifatul Masih II, maka dikirimlah utusan pertama Jemaat Ahmadiyah ke Indonesia pada tahun 1925. Yaitu Hz.Mlv.Rahmat Ali ra..
Pertama-tama beliau masuk dari Aceh ke Tapaktuan. Tahun 1926 beliau menuju Padang. Dan tahun 1929 Jemaat Ahmadiyah sudah berdiri di Padang. Pada tahun 1930 beliau menuju Batavia/Jakarta, dan tahun 1932 Jemaat Ahmadiyah telah berdiri di Batavia/Jakarta. Mulai dari itu banyak jemaat/cabang-cabangnya berdiri di Jawa Barat dan kawasan-kawasan lainnya. Saat ini Jemaat Ahmadiyah Indonesia dengan 181 jemaat-lokalnya (cabang) telah berdiri di seluruh provinsi di Indonesia. Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia sejak tahun 1935 berada di Jakarta. Dan pada tahun 1987 pindah ke Parung, Bogor.
Kesalahan Sejarah di Indonesia
Di tengah Indonesia sedang gonjang-ganjing soal BBM dan Busung Lapar, ternyata dari sudut kecil telah terjadi musibah antar umat Islam sendiri, yaitu antara aliran garis keras yang diwakili FPI (front pembela Islam) dan Ahmadiyah, sebuah fenomena yang sebenarnya tidak cukup memberikan perhatian masyarakat Indonesia, karena selain memang sudah bosan dengan isu soal sara, bangsa Indonesia lebih memfokuskan pada penuntasan krisis BBM yang kini melanda kita.
Kejadian ini sebenarnya telah mencoreng nama Islam sendiri terhadap agama lain, mereka menganggap bahwa Islam adalah agama yang suka perang, kejahatan atau istilah abad 20-an saat ini orang Amerika mengartikulasikan Islam adalah agama teroris yang perlu di basmi, seperti kasus pengeboman di Indonesia sendiri maupun di manca negera, yang menyimpulkan bahwa biang keladi dibalik kejadian itu adalah teroris yang diyakini pelakunya dari umat Islam, toh sebenarnya itu adalah sebuah rekayasa dari negera adikuasa –Amerika-, sebagaimana yang pernah ditulis oleh Juwono Sudarsono dalam opininya di harian Kompas “Sebagian menganggap di Indonesia, misalnya, berpandangan bahwa ledakan itu adalah “rekayasa Amerika Serikat (AS)” yang bermaksud untuk “menekan Pemerintah Indonesia” agar menangkap “orang Islam” yang dituduh terkait atau ikut membina “kelompok teroris Islam” yang sudah ditangkap aparat keamanan di Malaysia, Singapura, dan Filipina, sejak akhir tahun 2001.
Sebenarnya kejadian pengerusakan dan pembubaran terhadap organisasi keagamaan di Indonesia tidak hanya terjadi pada Ahmadiyah saja, tahun sembilan puluhan di Indonesia juga diributkan oleh kelompok yang mengatasnamakan umat Islam yang menuntut pembubaran terhadap jamaah Muthahiri pimpinan dari Dr Jalaluddin Rahmad, karena dianggap condong ke Syi’ah, dimana sebagian kalangan kita masih berkeyakinan bahwa Syi’ah adalah jamaah sesat, karena menghalalkan nikah mut’ah dan mengaggap bahwa nabi terakhir adalah Ali ra. Pada akhirnya membuat Jalaluddin Rahmad atau kang Jalal dilarang keras mengisi tabligh atau pengajian di Jawa Barat hingga beberapa tahun.
Kekerasan antar umat sendiri –golongan- bisa jadi adalah kesalahan sejarah bangsa Indonesia terutama umat Islam, mereka hanya dikenalkan dan diajarkan pada aliran-aliran yang diaggap benar dan mencekoki terhadap doktrin aliran agama yang dianggap salah dan perlu dibasmi, kenyataannya mengapa sejarah Islam di Indonesia hanya mencatat dengan tinta emas terhadap golongan Islam yang hingga saat ini masih eksis semisal NU dan Muhammadiyah, sementara aliran dan golongan yang lain hanya diselibkan dan dimarjinalkan, atau malah menjadi catatan buram sejarah Indonesia. Sehingga mereka akhirnya menganggap golongan lain salah dan sesat, kendati saat itu atau mungkin hingga kini antara NU dan Muhammadiyah masih memiliki selisih faham dan saling mengeklaim salah dan benar.
Dengan demikian, sejarahlah yang mengantarkan umat Islam menuju fanatisme golongan, yang pada akhirnya selalu membaikot terhadap aliran baru atau aliran yang dianggap sesat. Mereka tidak memahami dan menghargai keberagaman aliran, jalan yang dibuat patokan hanya lurus-lurus, tanpa melihat aspek kehidupan bermasyarakat. Seperti kejadian akhir-akhir ini antara golongan yang mengatasnamakan umat Islam (FPI) dengan Ahmadiyah.
Tindakan yang dilakukan front pembela Islam memiliki makna yang bertentangan dengan asas-asas norma, diantaranya; pertama norma agama dimana Islam tidak memerintahkan dan mengajarkan kepada umatnya tentang sistem kekerasaan, malah Islam menganjurkan agar umatnya saling berbuat baik antar sesama sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an yang artinya (Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa) (al-baqarah : 177)
kedua; melanggar norma-norma kehidupan sosial masyarakat Indonesia, sebagaimana lazim sebuah Negara yang menjunjung tinggi sikap saling menghormati, mencintai antar sesame, kendati beda agama sebagaimana ayat Allah yang berbunyi ” Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (al-anfal;61). Dari ayat tersebut sudah jelas, agama Islam tidak menginginkan saling mengejek, mencela dan membunuh antar sesama (orang kafir) kecuali jika mereka memang benar-benar menantang. Oleh karena itu apa yang dilakukan oleh FPI itu adalah tindakan kejahatan alias kriminalitas yang dilarang dalam norma agama dan norma sosial kemasyarakatan.
Lutfi Assaykhuni menulis bahwa dalang dari kerusuhan tersebut selain dari ulama juga diprovokatori oleh orang-orang yang mengatasnakan cendekiawan, lebih jauh dia menilai bahwa cendekiawan-cendekiawan itu adalah orang-orang yang dangkal ilmunya. Dari tulisan itu bukan hanya dangkal ilmunya mereka telah mengorbankan dirinya hanya sekedar popularitas belaka.
Upaya Penyelesain
Sudah menjadi rahasia umum bahwa agama Islam telah ketinggalan jauh dengan agama-agama lain. Agama lain sudah berada di jalur ekspres, kita masih berada dijalur eksekutif, Ini patut kita renungkan bersama, mengapa hal demikian terjadi, bukankah agama Islam adalah agama yang memiliki nilai histories yang cukup fantastis ketimbang agama lain? Jawabannya hanya satu umat Islam masih ribut dengan agamanya, antara mempersoalkan sholat wajib tidaknya, klaim sesat dan lain sebagainya. Maka sudah saatnya kini umat Islam bersatu padu untuk kembali mengangkat citra buruk yang selama ini kita sandang yaitu sebagai umat teroris, dengan cara antara lain saling menghargai, menghormati golongan tanpa harus dengan kekerasan dan memikiran Islam ke depan agar tidak ketinggalan jauh dengan agama lainnya
disampaikan dalam diskusi Turost Kairo