Tidak bisa dipungkiri saya mungkin sebagian orang yang terlalu over dosis dalam mengganyang buah duren. Entah dari mana asal muasalnya sejarah yang menyatakan saya terlalu kelewatan menyantap buah duren. Begitu mengidolakan, kadang istri saya mengingatkan sudah berapa buah yang saya makan? Walaupun jujur saja kalau masalah ini saya kurang begitu perhitungan berapa banyak atau sedikit yang saya makan. Yang penting kenyang, nikmat dan terpuaskan atau mengambil istilah bahasa orang gak jelas “pumpung masih muda” jadi arus kosentrasi untuk terus menyantap tak terbendung, gejolak penafsiran dokter akan timbul penyakit masih aman. Toh endingnya juga banyak.
“Pumpung masih muda” mungkin saja tidak hanya saya yang menggunakan falsafah ini terutama bagi mereka sebagai penikmat duren. Alasanya masih muda, pikiranya mungkin -termasuk saya- penyakit itu milik orang yang sudah uzur, sepuh yang barangkali sudah mau mendekati pensiun hidup. Padahal sekarang tidak perlu menunggu masa tua untuk berpenyakitan.
Ada banyak orang sekarang masih muda-muda sudah menggondol predikat penyakit tua. Kawan saya sudah tiga bulan lalu terserang penyakit stroke. Anak didik saya yang masih berumur sekitar tiga belas tahun kena darah tinggi. miris rasanya merlihat realita yang terjadi. Ini berarti penyakit sudah tidak bisa diajak kompromi. Penyakit bukan lagi milik orang tua tapi milik kita bersama.
“Pumpung masih muda” kalau kita lihat dengan mata hati, falsafah gak jelas itu tidak bisa dijadikan sumber refernsi terpercaya. Malah orang yang banyak penyakitnya di masa tua disebabkan tak mampu mengontrol saat muda. Tabungan pundi-pundi penyakit itu baru meledak ketika sudah tua.
Tapi mari kita tinggalkan sementara perdebatan masalah tua muda serta hubungannya dengan penyakit. Saya ingin mengabarkan bahwa kemarin hari Ahad saya dan keluarga ke Songgon, kawasan desa yang terkenal dengan buah duren. Sudah lama saya merindukan dan berkeinginan jalan-jalan ke sana sambil makan duren, dan alhamdulillah baru kesampaian kemarin.
Sepanjang perjalanan memasuki kawasan Songgon, mata saya tidak bisa diajak istirahat. Aura duren sudah begitu kuat. Banyak pedagan penjual duren yang merupakan penduduk sekitar berjejer di tepi jalan atau depan rumah. Seolah mereka sepakat hanya duren yang layak untuk diperjual belikan untuk saat ini
Pohon duren juga tidak kalah menariknya. Baru pertama kali ini saya bisa melihat pohon-pohon duren menjulang tinggi yang sedang berbuah diikat talii ravia. Mengapa buah duren harus diikat? Tentu saja supaya tidak jatuh ketika sudah matang, sehingga aman dari para pencari maupun pencuri.
Kawasan Songgon merupakan tanah yang subur untuk bertani, dimana terdapat banyak buah-buahan tumbuh berkembang dengan sehat disini. Ada duren, manggis dsb yang bisa menjadi penghasilan mereka. Dan semuanya ini saya kira memang tidak terlepas dari Gunung berapi Raung yang saat ini sedang “batuk” dan kurang bersahabat.
Bersambung