Dari Milis Hingga ke Hadiqoh Yaban

Ini pertanyaan klise dengan seribu satu jawaban. Kapan rezim Gus Dur mengagendakan rihlah ke hadiqoh?  Kapan IKBAL mau ngadain pertandingan persahabatan bola? Dan masih banyak pertanyaan lain dari kaum fakir dan duafa seperti saya ini menggema ke pemerintahan Abdurrahman atau  Khobits begitu saya sedikit menyapanya. Sebelum pertanyaan itu terjawab, malah saya –termasuk barangkali kawan-kawan lain- didodori oleh lurah Khobits semacam PR (pertanyaan rumah) yang menggelikan. “Kapan mau kawin, IKBAL insya Allah siap jadi panitianya?”. Karena keseringan bertanya, barangkali mereka malu, terus akhirnya pertanyaan itu berganti haluan menjadi semacam fi’il amr lil wujub. “Segera  kawin ustak, sebelum tua..!”.  Meski tidak menjawab secara langsung kepadanya, namun batin saya bicara. “Masak orang muda seperti saya suruh kawin, tuh suruh sesepuh-sesepuh IKBAL yang masih jomblo itu”. Saya cekikikan sendirian seperti orang gila sembari membayangkan reputasi  Khobits atas kepiawaiannya berdiplomasi termasuk  memiliki link kuat dengan lembaga-lembaga penyalur pemutus keperawanan itu

Pada sebuah kesempatan musim semi, seorang sahabat mengeluh ke saya sebut saja namanya Mad. Dia adalah seorang mahasiswa dengan segudang prestasi  dari A sampai Z sudah pernah ia raih kecuali kawin. Sebagai mahasiswa berprestasi  ia sangat uncomfortable dengan dengan hal-hal di  luar akademisi.  “Masak milis IKBAL dipenuhi terus dengan agenda kawin dan dikawinkan, apa gak ada diskursus lain?” Kata Mad dengan nada marah sambil mengisap racun cengkeh yang ia bawa dari rumahnya. Kemudian saya balik bertanya “Emang pengaruhnya apa Mad terhadap kepribadian sampean sehingga sempean?” Belum usai pertanyaan saya itu dia sudah menimpali “Kalau terus terusan seperti ini saya gak kuat ingin kawin juga Mbah..!”. Ledekan Mad sambil cengas-cengingisan

“Gini aja Mad, masalah maraknya kawin atau dikawinkan itu khan bukan urusan sampean, itu urusannya mereka yang sudah kebelet ingin kawin mad. Jadi sampean gak usak ikut-ikutan bela sana bela sini mencari kesibukan tak berarti. Biarlah rezim Khobits menyiarkan sunnah rasul di milis IKBAL, asal masih dalam koridor santun serta masih dalam area tradisi Al-Amien..!”. Nasihat saya

“Permasalahannya bukan itu Mbah, ini persoalan prinsip hidup, pengaruh dan kepribadian  masing-masing  individu. Dan Mbah tahu sendiri milis IKBAL anggotanya sudah empat ratus lebih, anggotanya tersebar dipelosok penjuru dunia, apa gak malu seorang akademisi azhar memperjuangkan kelamin terus di milis, pikir dunk mbah pikir?” Mad semakin menjadi-jadi seperti kerasukan keluaga Fir’aun, rambutnya yang lurus berubah berdiri seperti sapu lidi, mulutnya komat-kamid ngomong gak karuan karena emosinya sudah gak kekontrol. Sebelum nantinya ia –kuatir- terjun imarah, dengan segera saya mengajaknya ke luar imarah beli minuman asir manggo

Dalam perjalanan saya mendapatinya ia memang dalam masalah besar. Saya menduga permasalah inti yang ia keluhkan sebenarnya bukan persoalan maraknya kawin di milis IKBAL, namun lebih dari itu. Dengan memberanikan diri saya mencoba ingin mengetuhi duduk persoalan yang ia keluhkan. “Mad sebenarnya ada apa sih denganmu, kok marahmu di luar batas kewajaran. Cuman wacana kawin di milis saja kok kamu seperti orang kehilangan keseimbangan. Apa yang menimpamu Mad?”  timpal saya sembari mengharap kejujuran omongan Mad

“Gini Mbah, saya ini sudah berkali-kali ditolak perempuan ditengah percintaan, sudah tak terhitung berapa perempuan yang menolak saya. Padahal seluruh keringat, raga dan harta sudah saya keluarkan. Dari segi ketampananpun sebenarnya saya juga gak kalah jauh dengan aktor Mandra itu Mbah. Namun ketika saya ngajak ingin kepelaminan –lebih serius lagi- perempuan-perempuan itu gak mau, malah memutuskan percintaan. Inilah mengapa ketika kawan-kawan IKBAL mengkampanyekan kawin, sayalah orang paling tersinggung dengan kata kawin, saya ingin kembali ke khittah Mbah, gak mau lagi denger kata kawin.!” Sambil bercerita matanya Mad menerawang ke depan bersama sejarah, soala-olah ia tak mau dikutuk dan teranianya oleh perempuan lagi

*******

Seiring dengan perjalanan waktu, cerita-cerita menyoal kawin, dikawinkan atau terkawinkan di milis akhirnya lenyap oleh pusaran absurditas zaman. Pertanyaan-pertaan dari kaum fakir dan duafa itu salahsatunya sudah terjawab hari ahad lalu di Hadiqoh Yaban, sebuah tempat indah nan bersejarah. Bukan hanya bersejarah bagi sampean yang ikut, namun juga bagi pengurus IKBAL periode 08-09 dibawah kepemimpinan Abdurrahman Khobits Cs.  Dimana tidak, di saat orang lagi pada kebingungan nunggu minha -termasuk saya- turun  dari genggaman Mahdi, kepengurusan Khobits atau yang akrab disapa Gus Dur melakukan gebrakan heboh. IKBAL Kairo to Hadiqoh,,! Ajang olah jasmani dan rohani, siapa yang ikut silahkan daftar gratis catat hari dan tanggalnya; Ahad 21 ..! NB; masuk hadiqoh, makan kita diskusikan bersama, pesan singkat dalam offlinenan itu

Pertama kali saya membaca gratis sedikit berbungah, paling tidak rasa penyesalan kepada kapten Mahdi (penjaga minha) atas molornya Minha hingga sekarang sedikit tertolong, atau penyakit angin-anginan saya bernama Kangker (kantong kering) terobati oleh berita gratis itu.  Namun setelah saya membaca lengkap kiriman dari media yahoo itu, kegembiraan yang semula mengobati penyakit-penyakit saya akhirnya malah parah menjadi penyakit komplikasi. Ibarat ping internet, saya sudah request time out alis disconnect. Tapi bagaimana lagi, ini barangkali menjadi akhir cerita dari kepengurusan rezim Khobits atau Gus Dur itu, maka jangan disia-siakan. Oleh karena itu saya harus ikut, bagaimanaun caranya pokoknya saya harus ikut, asal gak korupsi saja.!

Akhirnya di hari Ahad 21 bulan lalu, di pagi yang bingung, saya ditemani Falahuddin, A Burhan dan Wawan Aljufri bergegas berangkat ke Hadiqoh Yaban melalui Metro Damerdas . Pada saat yang sama –sama-sama bingung-  kapten Gus Dur sibuk berkomunikasi dengan A Burhan, pembicaraannya tak jauh dari star pemberangkatan pasukannya. Karena tak kunjung menemukan titik terang akhirnya mereka berangkat dari Nadi Sikah menempuh perjalanan manual, sementara saya dan kawan-kawan dari Darmalak tetap lewat jalur trans Metro Damerdas

Dalam perjanan lewat Metro yang memakan setengah jam lebih ke lokasi atau sebanyak 24 Mahattah yang harus dilalui dari metro Damerdas ke Hadiqoh Aswan, saya banyak menemukan keindahan dunia dengan segala pernak perniknya. Bukan hanya bau ketek dari para buruh yang hendak berangkat bekerja, namun juga dari tampilan dan dandanan para mahasiswi Aswan yang menuju ke universitas Aswan. Menurut saya –sepanjang penelitian singkat- mereka sangat santun, cara berpakainpun sangat islami namun juga sangat memikat hati dan itu manusiawi. Maka disayangkan sampean tidak berangkat lewat Metro Damerdas, setidaknya olah rohani yang menjadi status rihlah ke hadiqoh ini sudah saya raih walau sedikit

Sesampai di hadiqoh Yaban, konon di sebut Yaban karena corak bangunannya menyerupai kuil-kuil di Jepang. Di tempat itu kepuasan baik jasmani maupun rohani sudah dijankan dengan baik oleh pengurus. Sampean bisa lihat sendiri bagaimana aksi kawan-kawan baik tua maupun muda mengabadikan moment penting itu dalam sebuah kamera digital seperti lagaknya artis? Ada yang mendekap pohon besar, berbaris ditepi kolam ada pula yang kualahan melayani para fans berphoto ria bersamanya

Sungguh kegiatan ke hadigoh Yaban akhir bulan lalu sangat menyenangkan, karena ada semacam head turner (daya tarik) dari saya dan barangkali juga kawa-kawan lain yang selama ini hanya berjibaku di Hadiqoh Dauliyyah. Salut buat rezim Gus Dur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top