Saya tidak begitu suka lagu dangdut. Bukan berarti nihil. Hanya penikmat musik apapun jenisnya. Yang terpenting sesuai dengan kondisi dan enak didengar. Itu saja. Selebihnya tergantung pasar, apa saat itu yang sedang lagi on, dan enak di telinga plus sesuai hati.
Berbicara masalah musik dangdut sekarang ini menurut saya tidak bisa dilepaskan dengan hal-hal ngremix, goyang “ngebor” atau dangdut koplo. Jarang atau bahkan saya belum mendengar pelantun atau kreasi baru yang tercipta musik dangdut dengan irama melayu. Rata-rata pemusik dangdut sekarang mengkelaborasikan dari musik tempo dulu yang kemudian diarasemen ulang dengan aliran-aliran remix, ngebor atau dangdut koplo.
Toh kalaupun ada, dangdut sekarang lebih cenderung berirama koplo yang mengadung unsur dewasa yang tidak patut dikonsumsi oleh anak-anak. Ada banyak lagu dangdut sekarang menjual molekan tubuh, ketimbang kualitas lagu. Lirik lagu yang miris dan sensualitas. Dan masih banyak yang patut diawasi dari anak-anak.
Mungkin itu sudah zamannya. Kalau tidak begitu tidak akan terkenal dan laku. Pangsa pasar industri musik yang kian bersaing ketat mungkin saja ini merupakan era dimana musik dangdut harus dimodernkan kalau tidak mau dangdut hanya tinggal kenangan. Dan itu terbukti. Sejak nama Inul Daratista menjadi buah bibir berkat goyang ngebornya, industri musik dangdut yang sempat mengalami “mati suri” merangkak ke papan atas bersaing dengan musik anak muda (pop). Dangdut kembali hidup, job manggung di stasiun televisi swasta yang dulu banyak mengharamkannya kian moncer.
Cuman transformasi dari sebutan “musik ndeso” ke modern sudah keluar dari khittah dangdut. Sehingga kesan saya dangdut tidak lagi menjadi musik yang mengandung inspirasi seperti lagu-lagu ciptaan Roma Irama dll. Intinya dangdut sekarang menurut saya tidak kreatif, isinya hanya -kebanyakan- arasemen ulang dari musik tempo dulu.
Saya kuatir lagu-lagu dangdut yang lirik syairnya mengarah ke dewasa menjadi konsumsi anak-anak yang belum cukup umur. Anak saya saja yang masih berusia dua tahun lebih empat bulan sudah bisa mendeteksi dan hafal lagu goyang dumang walaupun gak jelas bahasanya. Entah siapa yang mengajarinya.
Atau mungkin saja ini juga faktor Dangdut Academi Indosiar yang sekarang menjadi buah bibir desa saya karena ada satu warganya yang hingga sekarang belum tersenggol/tereleminasi. Iya Danang saat ini bisa dikatakan menjadi tulang punggung perwakilan Akademi Dangdut Indosiar yang berasal dari Banyuwangi.
Saya sendiri tidak pernah melihat acaranya secara utuh. Hanya mendengar dari warga yang selalu ngrumpi soal Danang. Dari tukang tambal ban hingga pejaga toko mereka sering saya pergoki berdiskusi masalah Danang. Dan berapologi hingga serius soal Danang. Dari seringnya mereka ngobrol itu lalu saya semakin penasaran dengan sosok Danang beserta acaranya yang tayang di Indosiar itu.
Ternyata Danang yang tampil di Akademi Dangut itu pernah tampil menghibur di lembaga kami mengisi acara temu alumi madrasah. Posisi waktu itu katanya dia sudah pernah mengikuti kontes dangdut di Tpi dan masuk sepuluh besar?. Dan saya mendengar sekarang sudah ketiga kalinya dia mengikuti ajang serupa. Dan mudah-mudahan saja kali ini dia bisa lolos dan menjadi juara. Tentu ini juga akan mengharumkan nama Banyuwangi. Keyakinan saya insya allah juara.
Pertimbangannya, pertama tentu melihat dukungan publik Banyuwangi yang begitu besar. Sebab Danang sekarang bukan Danang kemarin yang mengikuti ajang serupa seolah waktu itu dia hanya seorang diri alias minim dukungan dari daerahnya. Sekarang? Dari instasi pemerintahan, lembaga swasta, masyarakat, saya amati totalitas dalam mendukung Danang. Dan uniknya juga banyak baliho besar berdiri gagah di beberapa ruas jalan yang berisi dukungan penuh ke Danang. Kedua beberapa dewan juri juga menunjukkan sinyalnya dalam mendukung Danang. Jangan dilupakan pula beberapa artis dangdut ibukota yang berasal dari Banyuwangi ikut hadir di studio dan memberikan dukungan. Semoga.