Kali ini dia sudah berumur seperempat abad. Ada sepucuk harapan dan cita-cita yang ia genggam. Ada janji dan tugas yang ia pikul dari orang tua. Ada belahan jiwa yang ia umpat hingga suatu saatnya nanti ia buka. Rahasia-rahasia ilalang itu biarlah untuk sementara ia simpan rapat-rapat dalam peti jenazah. Cukuplah dia dan dia yang tahu. Aku hanya menunggu sampai batas waktu
Umur seperempat abat bukanlah umur sepele, bukan lagi muda dan tidak juga tua. Umur ini mengingatkan saya pada kanjeng nabi Muhammad. Nabi pujaan dan panutan umat yang mengakhiri masa paceklik lajang bersama Khotijah. Begitu indahnya saat itu seorang pembantu “dagang” mampu memikat saudagar kaya raya nan cantik Khotijah. Begitu pula Khotijah merasa beruntung ia dapat laki-laki tampan, berumur muda dan nabinya umat
Lalu pelajaran apa yang dapat kita petik dari cerita mempelainya Muhammad dan Khotijah? Adakah nabi menyuruh kita mengawini wanita yang berumur 40 tahun? Atau jadi pengembala dulu agar dapat istri duda yang kaya sekaligus cantik? Tentu saja tidak. Namun ada semacam gambaran bahwa nabi memberi sinyal dan menaruh harapan kepada umatnya kelak jika umur 25 harus semakin diperhatikan, dirawat baik-baik supaya intropeksi diri bahwa perjalan sandiwara ini sudah mulai berkurang dan sudah layak untuk menuju kepelaminan. Ini salah satu bentuk dari rasa syukur hidup dan pengamalan dalil “manraghiba an sunnati falaisa minni”
Adakala memang rasa syukur itu ditenggelamkan begitu saja. Terkuras oleh sebuah idialisme dan tuntutan peran “emansipasi”. Ia seolah-olah memandang kehidupan masih lama. Kodrat sudah terskema oleh yang Esa dan siapa sangka kalau ternyata umur sudah berkepala tiga?
Kadang pula umur dimaknai seperti anomali yang membingungkan. Orang lain menyangka ia sudah berumur kepala tiga ternyata masih sweet seventeen. Atau mengaku-ngaku sweet seventeen yang memang kenyataannya berkepada tiga?
Hidup ini harus realistis. Jujur kepala orang lain, berbuat baik dan dikmaknai dengan rasa syukur. Syukur tidak harus berfoya-foya, begadang di klub kelas wahid dan mengundang ribuan orang. Syukur hidup cukup dengan membelah kue bundar yang diikuti beberapa orang saja dan dinikmati bersama. Atau mentoknya syukur dapat dilakukan hanya sekedar membuat accaount baru yahoo (Id) dengan menyelipkan kelahiran atau umur. Itu sudah dianggap bersyukur. Namun jangan sampai (id umur) itu kontras dengan realita, itu namanya melawan kondrat, bukan laki syukur tapi Masykur 😀
Di tahun ini sudah ada dua kawan yang terjaring dan ikrar janji menaiki tangga dua enam. Mungkin juga banyak kawan-kawan lain berstatus sama atau malah lebih. Mudah-mudah pada umur yang kata orang sudah mampu “sekali” menghasilkan buah ini bertambah kedewasaan. Bukan hanya dewasa dalam bersikap, akan tetapi juga dewasa dalam memikat “midadari-midadari dari langit tujuh”
Selamat untuk IW, terima kasih atas undangan lintas bakso dan kue. Saya masih berharap ke depan ada perayan-perayaan sederhana dari yang lain terutama untuk FQ . tak usah gede-gedean acaranya, cukup bawa kami ke KFC dan ketik nomer hp saya, langsung saya akan menuju lokasi. Simpel bukan? (Awas jangan salah ketik 1 entar dijemput Family Laundry :D)