Anak Kecil Bicara Cinta

Dalam perjalanan pulang ke Kairo Kamis lalu, seorang anak kecil berumur 10 tahun sedang asyik ngobrol sama Oyik. Saya tak begitu mengikuti obyek pembicaraan kedua orang beda umur itu kecuali saat dia meminta untuk di foto bersama Oyik. Sejak itu saya mencoba mengikuti alur pembicaraan keduanya.

Lalu saya sedikit terkejut ketika anak bawang ini berbicara soal cinta dan cinta. Membincangkan sebuah percintaan saya rasa bagi seumuran saya bukanlah soal. Justru sebuah pertanyaan besar ya kalau gak bicara soal cinta atau pun apa namanya. Kalau yang bicara seorang anak kecil seukuran dia? Ini hal luar biasa. Walau dalam lubuk hati, saya sedikit kuatir pembicaraan panjang anak kecil soal cinta itu termotifasi oleh romantika cerita-cerita percintaan dalam sebuah film atau drama, yang mana dia sendiri kurang begitu memahami definisinya.

sangat khusuk sekali

Tapi tak apalah, paham tidaknya dia yang jelas ada satu poin penting yang saya rasa perlu diapresiasikan yaitu kecerdasan dalam berkomunikasi sama orang asing. Saya sendiri kalau diadu sama anak ini belum tentu menang. Ini juga barangkali kelemahan saya, tak komunikatif kalau belum mengenal secara dekat atau butuh waktu yang lama.

Oyik sendiri juga kaget, anak kecil sudah berani minta ke dia untuk mengawininya. Inikah awal dari sebuah pubertas seorang anak perempuan? Barangkali demikian. Tidak perempuan maupun laki-laki saya kira punya hasrat sama ketika puberitas itu sudah bersemi. Anda tentu sudah merasakan bagaimana cinta bersemi meletup-letup saat masih smp dulu.

Tapi jawaban anak kecil itu soal umur yang menginjakkan usia ke-10, saya kurang yakin. Postur tubuhnya saja masih mungil, kemudian lekukan tubuhnya masih ramping semua. Pakaiannya pun seperti kanak-kanak. Tak ada yang tertutupi rapat dari badannya. Malah kakaknya yang terlihat lebih besar dan saya amini kalau sudah pubertas hanya diam duduk di belakangannya.

Sepanjangan perjalanan lewat kapal kemarin, anak kecil itu semakin mesra. Nampak seperti punya wawasan luas soal cinta. Tak henti-hentinya ngobrol sama Oyik. Dan Oyik merasa disibukkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan. “Gimana nih, anak ini suka sama saya dan minta dikawini” Kelakarnya. “Yah namanya anak kecil. Ladeni saja” Kata saya.

Saya yang berada disamping mereka berdua, hanya melototi anak kecil itu. Bukan karena saya juga merasa ikutan cinta, tapi merasa takjub, diplomasi yang dipakai anak keci itu begitu bagus. Bicaranya seolah-olah seperti anak dewasa.

Entahlah, mungkin era sekarang memang beda. Gak orang dewasa, anak kecil pun sudah tahu cinta dan perkawinan. Saya sendiri sebagai orang dulu merasa tertinggal sama anak kecil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top